Jumat 23 Mar 2012 18:24 WIB

Presiden SBY Terima Gelar Honoris Causa dari Universitas Tsinghua

Rep: Nasihin Masha/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Susilo Bambang Yudhoyono menerima gelar doktor honoris causa dari Universitas Tsinghua, Beijing, Cina, Jumat (23/3/2011)
Foto: Republika/Nasihin Masha
Susilo Bambang Yudhoyono menerima gelar doktor honoris causa dari Universitas Tsinghua, Beijing, Cina, Jumat (23/3/2011)

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerima gelar doktor honoris causa dari Universitas Tsinghua, Beijing, Cina. Rektor Chen Jining mewisuda penganugerahan tersebut sekaligus memberikan sertifikat gelar itu.

Dalam pidatonya, Jining mengatakan, sejak 2004 SBY selalu mendorong pertumbuhan ekonomi yang impresif. SBY juga dinilai mendorong kerja sama strategis antara Cina dan Indonesia serta mengembangkan keamanan di kawasan ASEAN.

Jining mengatakan, di bidang pertahanan dan industri, SBY melakukan terobosan luar biasa dalam kerja sama Indonesia dan Cina. "Karena itu kami bangga memberikan gelar doktor kehormatan ini," katanya seperti dilaporkan Pemimpin Redaksi Republika, Nasihin Masha dari Beijing, Cina, Jumat (23/3).

Ia juga menjelaskan Universitas Tsinghua merupakan universitas terkenal di dunia. Tahun lalu tepat berusia 100 tahun. Dalam peringatan ulang tahun itu, Presiden Cina Hu Jintao memberikan pidato.

Dalam pengantar oleh pembawa acara juga disebutkan bahwa orasi SBY di universitas ini merupakan yang ke-117 dari orang yang terkenal di dunia. Mereka adalah para CEO, kepala negara, maupun para ahli di bidangnya masing-masing.

Dalam pidatonya, SBY mengatakan jika Tiongkok dan Indonesia bisa menyejahterakan rakyatnya masing-masing maka kedua negara telah menyejahterakan 23 persen penduduk dunia.

Presiden mengatakan, sejarah mencatat hanya Asia yang bisa terjaga dari krisis ekonomi 2008. Dari 20 negara anggota G-20 hanya Cina, India, dan Indonesia yang bisa menjaga pertumbuhan ekonominya tetap tinggi. "Menjadi pilar bagi ekonomi global yang kuat," katanya.

Untuk itu SBY mengusulkan perlunya mengembangkan arsitektur ekonomi kawasan AsiaI-Pasifik. Hal ini agar ekonomi tak berkembang sekadar faktor dynamic equilibrium tapi juga menjadi normative mechanism. "Kita tak ingin Asia Pasifik kembali terpecah belah," ujarnya.

Karena itu, SBY berpendapat ekonomi kawasan Asia Pasifik harus kuat, berimbang, dan berkelanjutan. Hal itu bertumpu pada prinsip perdamaian, ketertiban, dan kestabilan kawasan. "Tak ada dominasi kekuatan, tapi berlandaskan pada prinsip kesetaraan," katanya.

Semua itu, kata SBY, bertujuan untuk mencapai kesejahteraan dan perdamaian bersama. Masing-masing terbebas dari ancaman ketakutan, termasuk ketakutan dari bencana alam dan senjata nuklir.  Anggaran perlombaan senjata agar dialihkan untuk kemaslahatan masyarakat. Karena itu, kawasan ASEAN sudah sepakat sebagai kawasan yang bebas dari senjata nuklir.

Terhadap isu seputar Laut Cina Selatan, yang selama ini menjadi sengketa berbagai negara, oleh SBY perlu ada perubahan cara pandang. "Dari wilayah konflik menjadi wilayah kerja sama," katanya. Hal itu ia sebut sebagai geopolitics of cooperation dengan membangun saling percaya dan rasa percaya diri.

SBY menyebutkan Tiongkok sudah dikenal di Indonesia sejak berabad-abad silam. Nabi Muhammad SAW juga mengajarkan tentang menuntut ilmu hingga ke negeri Tiongkok. "Ini karena Tiongkok memiliki kebudayaan yang tinggi," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement