Kamis 22 Mar 2012 12:33 WIB

Tamsil Linrung Bantah Terlibat Suap DPPID

Rep: Muhammad Hafil/ Red: Dewi Mardiani
Tamsil Linrung
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Tamsil Linrung

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, Tamsil Linrung, Kamis (22/3), memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebelum menjalani pemeriksaan oleh penyidik terkait kasus suap alokasi Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID), ia membantah adanya keterlibatan pimpinan Banggar dalam kasus tersebut. "Tidak ada (terima fee). Nanti kita buktikan," kata Tamsil di kantor KPK, Kamis (22/3).

Tamsil diperiksa sebagai saksi untuk anggota Banggar DPR, Wa Ode Nurhayati yang menjadi tersangka penerima suap. Menurut Tamsil, selama ini Nurhayati tidak pernah mengungkapkan adanya pemberian fee kepada pimpinan Banggar. Nurhayati, ujar Tamsil, hanya mempermasalahkan mekanisme dalam pengalokasian anggaran PPID saja.

"Apa pernah dia (Nurhayati) menyampaikan begitu? Saya kira tidak. Saya tidak pernah baca ada pernyataan seperti itu. Wa ode tidak pernah bilang begitu. Cuma dia mempersoalkan mekanisme. Dia anggap pimpinan Banggar menentukan," ujar Tamsil.

Tamsil menilai tidak ada yang salah dalam mekanisme pengalokasian anggaran PPID. Menurutnya, mekanisme pengalokasian sudah dilakukan sesuai kesepakatan dan diputuskan oleh pimpinan Banggar secara bersama-sama. Nasional (PAN) ini, tetap merahasiakan nama pimpinan Banggar yang disebutnya "bermain" dalam pengalokasian anggaran DPPID.

Sebelumnya, Nurhayati sempat mengungkapkan adanya keterlibatan pimpinan Banggar DPR dalam kasus suap alokasi dana angggaran PPID. Politisi PAN itu mengaku telah menyerahkan bukti keterlibatan pimpinan Banggar kepada penyidik KPK. Menurut Nurhayati, ada pelanggaran aturan yang dilakukan pimpinan Banggar dalam menentukan alokasi anggaran PPID.

Dalam kasus ini, Wa Ode Nurhayati ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penerimaan uang terkait alokasi alokasi anggaran PPID untuk tiga kabupaten di Nangroe Aceh Darussalam. Ketiga kabupaten yakni Aceh Besar, Pidie Jaya dan Bener Meriah. Ibu beranak satu ini disangka melanggar pasal 12 huruf a atau b, pasal 5 ayat 2 dan atau pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement