REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persoalan BBM di Indonesia perlu dipikirkan untuk jangka panjang. Guru besar Fakultas Ekonomi UI, Rhenald Kasali, berpendapat, hal ini perlu mulai dilakukan oleh pemerintah. Ia melihat selama ini pemerintah selalu berpikir jangka pendek menghadapi persoalan kenaikan harga minyak dunia.
"Seharusnya pemerintah berpikir jangka panjang, berpikir mengenai energy security. Karena masalah ini selalu berulang tiap kali harga minyak dunia naik," kata Rhenald usai bertemu dengan Wapres Boediono di Istana Wapres, Rabu (21/3) sore. Padahal masalah yang sama tak pernah menghinggapi negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand.
Cara agar Indonesia memiliki energy security, kata Rhenald, adalah dengan tidak memalak BUMN-BUMN perminyakan dan gas seperti Pertamina dan Perusahaan Gas Negara (PGN).
"Jangan menyedot dividen-dividen BUMN-BUMN tersebut. Malaysia itu belajar dari Pertamina tahun 1974 di mana mereka tidak mengambil dividen (Petronas), tidak mengenakan pajak, serta memberikan harga minyak bagus di dalam negeri. Hasilnya Petronas bisa investasi besar-besaran di luar negeri," ujar Rhenald.
Rhenald menyarankan agar BUMN-BUMN perminyakan dan gas di Indonesia tidak diambil dividennya. "Biarkan mereka melakukan reinvestasi untuk tujuan energy security di Indonesia. Pemerintah jangan berpikir pendek. Mari berpikir lima tahun ke depan," kata Rhenald.
Menurut Rhenald saat ini komunikasi pemerintah dengan rakyat Indonesia harus diperbaiki mengingat delay pengumuman kenaikan harga BBM dengan implementasi cukup lama. "Kalau kita di kota besar sudah mengerti (mengenai kenaikan harga BBM). Tetapi apakah masyarakat bisa mengerti. Ini yang harus dirasakan. Pemerintah harus memiliki empati lebih kepada masyarakat," kata Rhenald.