REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Putusan Mahkamah Agung (MA) yang empat kali mengoreksi hukuman terhadap kasus korupsi diharapkan bukan sekadar pencitraan. Anggota Komisi III DPR Ahmad Yani mengatakan, kalau ditinjau dari vonis yang dijatuhkan hakim tingkat kasasi terhadap koruptor memang layak diapresiasi.
"Semoga vonis terhadap perkara korupsi murni berdasarkan fakta persidangan, bukan karena sedang membangun citra," kata Yani, Selasa (20/3).
Dalam persidangan tingkat kasasi, MA menghukum bupati Subang nonaktif Eep Hidayat lima tahun penjara dan wali kota Bekasi Mochtar Muhammad selama enam tahun penjara. Padahal dalam sidang di Pengadilan Tipikor Bandung, hakim memvonis bebas kedua terdakwa. MA juga membatalkan vonis bebas Pengadilan Negeri Tanjung Karang terhadap mantan bupati Lampung Timur, Satono, dengan hukuman 15 tahun penjara.
Menurut Yani, putusan MA yang bertentangan dengan pengadilan negeri menunjukkan ada yang tidak beres terkait kinerja hakim pengadilan negeri (PN). Pasalnya kalau hakim sudah menjalankan mekanisme berlaku maka putusannya tidak dikoreksi di tingkat kasasi.
Karena itu, pihaknya meminta MA melakukan evaluasi terhadap kinerja hakim PN agar tidak menciptakan kebingungan di masyarakat tentang penegakan hukum. "Hakim yang kinerjanya buruk harus diberi sanksi," kata politisi PPP tersebut.