REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kenaikan harga patokan petani (HPP) gula ternyata belum memperhatikan industri. Pasalnya, pemerintah mengaku fokus utama kenaikan HPP ini adalah murni kepentingan petani.
“Kita ingin, HPP gula ini menjadi sesuatu yang bisa memberi stimulan pada petani agar bergairah,” katanya saat ditemui Republika, Rabu (14/3). Masalahnya, jika harga gula turun, petani selalu menjadi pihak yang paling merugi.
Apalagi hingga kini, rendemin (kadar massa gula di tebu) yang ada di Indonesia masih minim, di bawah level 10 persen. Sehingga tanpa intensif seperti kenaikan HPP, sulit untuk meningkatkan produksi gula di tahun-tahun mendatang.
“Situasi ini membuat kami mendahulukan petani sebagai dasar kenaikan HPP gula dibanding yang lain,” tegasnya lagi. Lagipula, ia yakin industri masih bisa terus mendapat margin dari usaha yang digeluti walau HPP naik dibanding dengan petani.
Berdasarkan keputusan Dewan Gula Indonesia (DGI), HPP gula bakal dinaikkan 25 persen menjadi Rp 8.750 per kilogram. Saat ini HPP gula yang berlaku berada di kisaran Rp 7.000 per kilogram.
Sebelumnya, Forum Industri Pengguna Gula (FIPG) meminta HPP gula tetap. Menurut Ketua FIP Franky Sibarani kenaikan HPP gula bakal merugikan konsumen pengguna gula di Indonesia.
“Kenaikan HPP gula bukan hanya akan berdampak negatif pada konsumen rumah tangga tetapi juga industri kecil,” katanya. Pasalnya, kelompok ini tidak mendapat jaminan gula dari produsen gula rafinasi, seperti industri besar dan amat bergantung pada gula kristal putih (GKP).
“Setiap penentuan HPP gula, maka harga di tingkat ritel akan meningkat Rp 1.500 karena biaya distribusi dan margin pedagang,” jelasnya. Dengan HPP yang berlaku sekarang saja, Rp 7.000 per kilogram, harga GKP di pasar sudah mencapai Rp 8.500 per kilogram bahkan menembus Rp 9.000 hingga Rp 10.000 per kilogram.
Impor Raw Sugar Tepat
Sementara itu, terkait dengan permintaan sejumlah pihak yang meminta peninjauan ulang impor raw sugar hanya hingga Mei atau April 2012, Suswono mengaku aturan itu sudah pas. “Waktu tersebut sudah cukup untuk masa penggilingan,” tegasnya.
Ia menuturkan aturan ini sudah memperhitungkan segala aspek dengan matang. Ia berujar pemerintah sudah berkomitmen dengan aturan yang dibuat.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai impor raw sugar 240 ribu ton tidak tepat sasaran. Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan, Distribusi dan Logistik Natsir Mansyur menuturkan rekomendasi itu tidak tepat sasaran karena beragam faktor.
Ia menuturkan waktu yang ditentukan pemerintah untuk impor secara rasional tidak cukup untuk melakukan penggilingan. Karenanya, ia meminta pemerintah merevisi kembali jumlah impor raw sugar tersebut dengan memperhatikan waktu yang digunakan menggiling.
"Kalau sudah masuk bulan Mei maka bisa parah dan menabrak aturan yang ada, sehingga manajemen pergulaan bisa makin carut marut," tegasnya. Selain itu, penunjukan PT PPI sebagai importir tunggal juga dianggap tidak masuk akal karena track recordnya diragukan.