REPUBLIKA.CO.ID, MAMASA - Aksi demonstrasi yang menentang pembebasan 24 orang terpidana kasus korupsi di Mamasa mulai reda. Hal ini diungkapkan Ketua DPRD Kab. Mamasa, Muhammadiah Mansur. Dikatakannya, roda pemerintahan yang sebelumnya mendapat tekanan kini berangsung normal.
"Roda pemerintahan di Mamasa tetap berlangsung kondusif walaupun sebelumnya mendapat tekanan dari massa yang setiap hari melakukan aksi demo," kata Ketua DPRD Mamasa, Muhammadiah Mansur di Mamasa, Selasa (6/3).
Menurut dia, sudah sepekan terakhir ini aksi demo mulai tidak ada walaupun banyak isu yang beredar menyebutkan bahwa massa akan kembali melakukan aksi unjukrasa. "Kita berharap masyarakat Mamasa tetap menahan diri untuk tidak melakukan aksi yang bisa merusak nama baik daerah. Apalagi, fatwa MA atas PK terpidana kasus korupsi terhadap 24 mantan anggota DPRD Mamasa termasuk mantan bupati Mamasa telah dikeluarkan pada tanggal 28 Pebruari 2012," katanya.
Sebelumnya, Gubernur Sulbar, Anwar Adnan Saleh, mengatakan, pemberhentian Obed Negodepparinding selaku bupati Mamasa juga karena dasar putusan MA yang sifatnya "incrach" (tetap) atas kasus dugaan korupsi saat menjabat sebagai ketua DPRD Mamasa periode 2004-2009 silam. Yang menjadi masalah kata dia,hanya berselang beberapa bulan pasca pemberhentian Obed Negodepparinding, muncul PK MA yang telah membebaskan segala dakwaan korupsi terhadap 24 terpidana.
Makanya kata dia, Menteri Dalam Negeri (mendagri), Gamawan Fauzi sangat berhati-hati mengambil keputusan sebelum lahirnya Fatwa MA terkait PK MA terhadap 24 terpidana ini.
"Mendagri sangat berhati-hati mengambil keputusan karena akan menjadi acuan apabila kembali muncul persoalan yang sama di negeri ini. Kasus yang menimpa pak Obed Negodepparinding selaku bupati merupakan yang pertama terjadi di Indonesia," ungkap Anwar.
Karena itu kata dia, Mendagri membuat surat permintaan agar MA mengeluarkan fatwa PK terhadap 24 terpidana khususnya menyangkut masalah pak Obed Negodepparinding bersama enam anggota DPRD periode 2009-2014 yang juga telah diberhentikan.
"Fatwa ini telah menjelaskan atas kasus pemecatan pak Obed atas dasar putusan MA yang sifatnya inkrach. Sebelum lahir amar putusan PK MA ini ternyata telah diisi oleh wakil Bupati Mamasa, Ramlan Badawi untuk diangkat menjadi Bupati hingga akhir masa jabatan 2013 mendatang," tutur dia.
Ia menerangkan, fatwa MA ini berpendapat bahwa rehabilitasi dalam jabatan Obed Negodepparinding sebagai bupati sudah berada dalam kewenangan administrasi kepegawaian dan itu telah menjadi kewenangan eksekutif atau Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk mengambil keputusan dengan dilandasi oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dia mengatakan, ada tiga unsur yang membuat kepala daerah diberhentikan dari jabatannya yakni karena meninggal dunia, berhalangan tetap misalnya sakit dan terakhir berbuat korupsi. Makanya, katanya menambahkan, MA menyerahkan langsung sepenuhnya kepada Mendagri untuk mengambil keputusan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.