REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta memeriksa petinggi Mabes TNI AU terkait dugaan penggelembungan (mark up) pembelian enam unit Sukhoi Su-30 MK2 dari Rusia. Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin mengatakan, dugaan mark up dana itu didasarkan karena TNI AU menggunakan PT X di Indonesia sebagai broker pembelian.
Sebagai state credit, imbuhnya, harusnya sistem pembelian melalui G to G (goverment to goverment) alias Kementerian Pertahanan membeli langsung ke Rosoboron Export, selaku produsen Sukhoi. Dampaknya, tuding Hasanuddin, harga Sukhoi yang per unitnya sebesar 60 sampai 70 juta dolar AS alias 420 juta dolar AS per enam unit, membengkak menjadi 475 juta dolar. Harga ini mengalami kenaikan dari yang dibeli sebelumnya dengan harga 55 juta dolar AS per unit.
Saat ini, dana itu baru terpakai 230 juta dolar AS. Sehingga sebelum dana itu terpakai semua, sarannya, lebih baik di KPK melakukan audit untuk menemukan kerugian negara. "Ini ada mark up sebesar 55 juta dolar AS. KPK harus masuk memeriksa user, yakni TNI AU," ujar Hasanuddin di PT Dirgantara Indonesia, Jumat (2/3).
Sesuai instruksi Presiden SBY, katanya, maka KPK jangan takut untuk memeriksa permainan anggaran di Kemenhan maupun Mabes TNI AU selaku pengguna pesawat. Dia menegaskan, Komisi I DPR siap mendukung KPK agar kasus itu bisa selesai dan negara tidak dirugikan.