REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KH Abdullah Faqih termasuk kiai sepuh Nahdlatul Ulama (NU) yang berani melawan arus. Di tengah cengkraman industri rokok ke pelbagai bidang dan lapisan masyarakat, kiai khos itu membuat Pondok Pesantren Langitan, Tuban, asuhannya, bebas dari asap rokok.
Larangan merokok di salah satu ponpes tertua di Jatim itu sudah berlangsung sejak 15 tahun silam. Para santri, ustaz, serta pengasuh seluruhnya tidak diperbolehkan merokok di lingkungan pesantren. Pesantren benar-benar bebas dari bau asap rokok. ''Ini benar-benar sebuah berita besar,'' begitu pernah diungkapkan mantan Menteri Agama Tarmizi Taher kepada Republika.
Yang menarik, pengaruh larangan merokok tidak hanya terjadi di sekitar pesantren berusia lebih 1,5 abad yang kini dihuni tak kurang dari 5.500 santri dari pelbagai daerah di Tanah Air itu. Di lingkungan sekitar pondok pun ikut-ikutan untuk tidak mengonsumsi rokok.
Republika yang sempat mampir makan siang di warung nasi Mira, yang jaraknya sekitar 1 km dari Ponpes Langitan, di atas meja kasir warung itu besar-besar tertulis pengumuman ‘Tidak Menjual Rokok!’
Menurut Miftahul Munir, salah seorang ustaz di Ponpes Langitan, yang mendasari adanya kebijakan melarang mengkonsumsi rokok tersebut, karena para santri sudah ‘tabdzir’ dan berlebihan dalam merokok. Padahal, mereka tidak memiliki kerja dan pendapatan kecuali uang dari para orang tua.
''Uang yang seharusnya digunakan untuk biaya nyantri, sering digunakan untuk membeli rokok. Akhirnya dikeluarkanlah kebijakan larangan merokok,'' kata Miftahul