REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Delegasi Parlemen Indonesia mengunjungi Sekolah Indonesia Riyadh (SIR) usai menghadiri Pertemuan Konsultasi Ketua Parlemen G20 ke-3 di Riyadh, Arab Saudi, Senin (27/2). Marzuki Alie, ketua DPR sekaligus pimpinan delegasi, berjanji akan mengirimkan surat kepada pemerintah untuk memperhatikan nasib anak-anak Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri.
‘’Saya akan surati kementerian untuk membebaskan uang sekolah bagi anak-anak TKI Riyadh,’’ kata Marzuki saat keberangkatan pulang ke Tanah Air pada Selasa (28/2) waktu setempat. ‘’Saya akan surati Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Pendidikan.’’
Marzuki mengatakan anak-anak TKI di Riyadh tetap diharuskan membayar uang sekolah meski mereka menuntut ilmu di sekolah milik pemerintah. Padahal, orang tua mereka rata-rata bukan pekerja profesional yang memiliki gaji tinggi. Penghapusan uang sekolah diharapkan dapat meringankan beban mereka.
Bangunan Sekolah Indonesia Riyadh pun masih berstatus sewa. Ruang kelasnya hanya seukuran 4X4 meter. Begitu pula dengan Laboratorium Komputernya yang hanya berukuran 4x6 sehingga sudah terasa penuh ketika diisi hanya enam unit komputer. ‘’Kondisi ruang kelas sudah tidak layak sekali,’’ ujar Marzuki.
Kepala Sekolah SIR, Burhanudin, mengakui pihaknya menghadapi banyak kendala. ‘’Ruang belajar ada 14 kelas dengan ukuran 4x4 meter untuk sepuluh siswa,’’ katanya. ‘’Kondisi bangunan layak ketika jumlah siswa 150 orang. Tapi, jumlah siswanya sekarang 297 orang. Beberapa kelas sudah over siswa.’’
Masalah transportasi antarjemput siswa juga menjadi kendala. Karena, bus sekolah milik SIR sudah tua dan sering mogok. Bus keluaran 1985 itu kini sedang masuk ruang ‘ICU’ bengkel.
Burhanudin juga minta biaya sekolah untuk anak-anak TKI dibebaskan. Karena berdasarkan PP 48 Tahun 2008, biaya operasional dan pengelolaan sekolah menjadi tanggung jawab pemerintah.
Selain itu, orang tua murid kebanyakan adalah TKI yang bekerja di sektor nonformal sehingga gajinya tidak tinggi. Dari sekitar 297 orang tua murid, sebanyak 174 orang atau 58,6 persen adalah TKW atau buruh.
‘’Di Indonesia, siswa SD dan SMP sudah tidak dipungut biaya operasional. Dapatkah SILN (Sekolah Indonesia di Luar Negeri) gratis juga,’’ kata Burhanudin. ’’Anak-anak bangsa ini butuh perhatian dan butuh diakui sebagai bangsa Indonesia.’’