REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya sedang mendalami motif di balik pemalsuan data imigrasi yang melibatkan Kepala Kantor Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta (Soeta), Rochadi Iman Santoso.
Kejelasan motif tersebut sangat diperlukan untuk mengklarifikasi kemungkinan adanya keterkaitan antara pemalsuan data dengan penghentian proses hukum terhadap pengacara PT Cakra & Co.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto, menjelaskan, kasus pemalsuan data itu berawal dari perkara perdata yang melibatkan PT Makindo asal Indonesia dengan pihak Toh Ke Ngsiong asal Singapura. Agar proses hukum atas kasus itu dapat dilakukan di Indonesia, ujar Rikwanto, PT Cakra & Co asal Indonesia mengambil alih penanganan kasus itu dengan mengklaim lembaga hukum tersebut telah mengantongi surat kuasa dari Toh Ke Ngsiong.
Dengan surat kuasa itu, tutur Rikwanto, PT Cakra & Co saling berhadapan secara hukum dengan PT Makindo terkait perkara yang melibatkan Toh Ke Ngsiong dengan PT Makindo. Namun, ujar Rikwanto, PT Makindo yang diwakili oleh kuasa hukumnya mempertanyakan legalitas surat kuasa dari Toh Ke Ngsiong kepada Cakra & Co.
Kemudian, ungkap Rikwanto, kuasa hukum PT Makindo menggugat PT Cakra & Co atas kasus pemalsuan surat kuasa Toh Ke Ngsiong kepada PT Cakra & Co. Karena tidak dapat membuktikan legalitas surat kuasa itu, ujar Rikwanto, kuasa hukum PT Cakra & Co tersebut menjalani proses hukum di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dan perkaranya sudah P21.
Sementara proses hukum atas kasus surat kuasa palsu itu masih berlangsung, tutur Rikwanto, Rochadi Iman Santoso selaku Kepala Kantor Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta tiba-tiba mengeluarkan surat keterangan yang memuat data lalu lintas Toh Ke Ngsiong ke Indonesia pada 25 Maret 2011. Dengan penerbitan surat itu, ujar Rikwanto, akhirnya proses hukum atas pengacara PT Makindo itu dihentikan.
Namun, tutur Rikwanto, data mengenai keberadaan Toh Ke Ngsiong di Indonesia pada 05 Agustus 2009 juga tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Oleh karena itu, ungkap Rikwanto, polisi menangkap pemimpin kantor imigrasi itu dan menetapkannya sebagai tersangka.
Kendati demikian, ungkap Rikwanto, Rochadi berdalih bahwa data lalu lintas tersebut merupakan kesalahan salah seorang stafnya yang bernama Aleksander yang kini tengah menjalankan studi di Australia. Menurut pengakuan tersangka, ungkap Rikwanto, kesalahan itu dilakukan Aleksander sewaktu menginput data