REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Politisi 'preman' dinilai tidak asing lagi di negeri ini. Mereka adalah bukti kegagalan politik di Indonesia. Berbagai cara dihalalkan demi memuaskan hasrat untuk berkuasa.
"Hal seperti itu terjadi di negeri kita," jelas Wakil Ketua Komite I DPD RI, Alirman Sori, di Senayan, Jakarta, Jumat (24/2).
Dia menjelaskan, politisi seperti itu dipastikan menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan individual, kelompok, dan institusi. Sedangkan kepentingan rakyat, negara, diabaikan begitu saja. Di hadapan publik mereka bernyanyi apa yang dilakukan adalah demi kepentingan bangsa dan negara, namun pada kenyataannya tidak seperti itu.
Mereka bermanis di bibir mengucap kata. Namun di lain hal, mereka menusuk rakyat, merugikan rakyat, dan merugikan bangsa ini, sehingga pembangunan negeri tidak pernah berjalan maksimal.
Pihaknya menilai politisi seperti ini sudah tersebar di daerah-daerah. "Tidak hanya di pusat," jelasnya.
Mereka hanya menjadikan parpol sebagai fasilitator merebut kekuasaan. Mereka tidak pandai berpolitik dan bertata-negara. Namun, mereka memiliki modal finansial yang besar. Kemungkinan lainnya ada pihak pemodal besar membiayai kepentingan politiknya sehingga merasa terpilih atas nama rakyat.
Politisi 'preman' ini lahir dari proses rekrutmen yang salah. Kaderisasi Parpol yang tidak berjalan dengan baik menunjukkan semakin suburnya politisi preman di negeri ini. Mereka di parpol yang memiliki idealisme ditendang jauh-jauh. Mereka yang bermodal besar, meskipun tak beridealisme, bodoh, dan tidak mengerti persoalan bangsa, justru dipilih menjadi wakil rakyat, dipilih menjadi pejabat negara di level eksekutif. Alirman menyatakan pantas saja dikemudian hari mereka menyalahgunakan kekuasaan.