Kamis 23 Feb 2012 18:48 WIB

Berlinang Air Mata, Malinda Dee Protes Hukumannya Lebih Berat dari Teroris

Rep: Bilal Ramadhan/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Tersangka dugaan kasus perbankan dan pencucian uang nasabah Citibank Inong Malinda alias Melinda Dee.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Tersangka dugaan kasus perbankan dan pencucian uang nasabah Citibank Inong Malinda alias Melinda Dee.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Terdakwa kasus penggelapan dan pencucian uang, Inong Malinda Dee, menghadiri persidangan dengan agenda pembacaan pleidoi atau nota pembelaan atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (23/2). Saat membacakan pleidoi pribadinya, Malinda Dee tak kuasa menahan air matanya.

Malinda Dee datang ke PN Jaksel dengan menggunakan baju putih berlengan panjang dan kerudung hitam. Ia hanya didampingi beberapa kuasa hukumnya seperti Batara Simbolon. Sedangkan dari pihak keluarga, tidak ada yang terlihat selama persidangan.

Ia mengawali pembacaan pleidoi pribadinya dengan mengatakan tidak mengetahui seluk beluk hukum. Pembelaannya lebih merupakan ungkapan hati daripada membantah tuntutan JPU agar publik juga melihat kasus tersebut secara proporsional.

Sebagai Relationship Manager di Citibank cabang Landmark, ia mengaku dituntut untuk memajukan perusahaannya dengan membangun kerjasama dan menjalin kemitraan dengan nasabah. Dengan memberikan pelayanan yang maksimal, lanjutnya, maka dirinya dapat mengakuisisi sekitar 200 nasabah. “Kemitraan ini lah yang juga dilakukan setiap pejabat di Citibank,” kata Malinda Dee dalam persidangan di PN Jaksel, Kamis (23/2).

Selama kasus ini bergulir di Mabes Polri hingga ke persidangan, ia dan keluarganya merasa dihakimi dengan pemberitaan di media massa sebagai pembobol dana nasabah. Caci maki dan sumpah serapah sudah menjadi ‘makanan’ sehari-harinya.

Ia pun mempertanyakan tuntutan JPU kepada dirinya yaitu hukuman pidana selama 13 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar. Ia pun membandingkan tuntutan yang diterimanya malah lebih tinggi dari terdakwa kasus korupsi maupun kasus terorisme.

Dalam perkara korupsi di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan kerugian negara sebesar Rp 131 miliar, sebutnya, hanya dituntut hukuman pidana selama delapan tahun. “Saya menjadi semakin tidak mengerti,” ucapnya sambil berlinangan air mata.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement