Kamis 23 Feb 2012 09:06 WIB

Hehamahua : Korupsi Kikis Nasionalisme

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Hafidz Muftisany
Abdullah Hehamahua
Foto: Antara/Fanny Octavianus
Abdullah Hehamahua

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Akhir 2006, Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua menceritakan kembali ribuan masyarakat Bengkalis berkeinginan bergabung dengan Malaysia. Masyarakat menghadapi kenyataan Johor (Malaysia) tak memunyai sumberdaya minyak tapi kehidupan masyarakatnya makmur. Sedangkan Bengkalis yang kaya minyak kondisinya terbalik.

"Korupsi itu memudarkan nasionalisme," kata Abdullah dalam sebuah diskusi di kantor PLN pusat Jakarta. Bagaimana tidak? sejak 2005 hingga saat ini, KPK sudah menangkap sekitar 750 orang anggota DPR pusat, 250 orang anggota DPR daerah, dan puluhan bupati yang diduga terlibat korupsi. Korupsi di Indonesia sudah menjadi borok dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap negaranya sendiri.

Abdullah pernah menemui kasus di Rupat Utara, Provinsi Riau yang berbatasan dengan Malaysia. Sewaktu Dinas Pendidikan setempat menggelar lomba cerdas cermat, ketika dewan juri bertanya siapa presiden Indonesia, salah seorang anak menjawab Ahmad Badawi yang saat itu merupakan Perdana Menteri Malaysia.

Masyarakat setempat, kata Abdullah, dalam kesehariannya justru tak bisa mengakses berbagai informasi tentang Indonesia. Mereka membaca koran Malaysia, radio, dan chanel televisi Malaysia. Bahkan, mata uang yang digunakan untuk bertransaksi ekonomi sehari-hari ada yang menggunakan ringgit Malaysia.

Baru pada 2010 lalu, Menteri Komunikasi dan informasi Tifatul Sembiring meresmikan desa informasi berupa TV kabel yang bisa ditonton masyarakat di Kecamatan Rupat Utara. Tujuannya agara masyarakat mengenal negaranya sendiri.

Pemerintah, kata Abdullah, harus serius melakukan reformasi birokrasi. Salah satunya sistem penggajian karyawan-karyawannya dengan sistem kompensasi. Empat pilarnya adalah kualitas SDM, remunerasi, pengelolaan aset daerah, dan pengelolaan aset negara.

Artinya, karyawan pemerintah dibayar sesuai kompensasinya, sesuai kerjanya. Contoh praktiknya, 70 persen gaji dan tunjangan tak melebihi 30 persen. Itu berpotensi menekan peluang korupsi yang sudah menjadi borok di negara ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement