REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Front Pembela Islam (FPI) mengadu ke Komisi III DPR terkait peristiwa penolakan kedatangan petinggi ormas tersebut di Bandara Tjilik Riwut, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Jumat (10/2) lalu. Sebanyak 17 orang yang hadir juga mempermasalahkan penolakan terkait rencana pembentukan FPI di Palangkaraya.
Ketua Bidang Dakwah dan Hubungan Lintas Agama FPI, Al Habib Muhsin Ahmad Alattas menjelaskan, kehadiran di Palangkaraya dalam rangka peringatan Maulid Nabi. "Kami sudah koordinasi dengan yang ada di Palangkaraya. Kesepakatannya bahwa tidak ada pelantikan tapi maulid nabi boleh. Tapi ternyata maulid nabi pun tidak berhasil karena dicegat dengan mandau dan tombak," katanya di gedung DPR, Jakarta, Rabu (15/2).
Terkait desakan pembubaran FPI, ia mengaku tak ada alasan untuk membekukan, membubarkan, atau mengevaluasi keberadaan FPI. Karenanya, desakan pembubaran FPI pun dinilainya tidak berakal. "Tidak ada yang perlu dievaluasi. Itu desakan-desakan yang tidak berakal semuanya. Apa hak dia membubarkan? Tidak ada," jelasnya.
Ia pun menuduh Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi berbohong ketika mengatakan telah memberikan dua kali teguran terhadap FPI terkait peristiwa kekerasan. "Itu bohong. Karena kami baru terimanya hari ini," kata Habib Muhsin.
Habib Muhsin pun mengakui kalau terkadang FPI melakukan tindakan kekerasan. Hanya saja, klaim dia, itu merupakan pancingan dari oknum yang ingin memperkeruh dan membunuh karakter FPI. Apalagi, ia menilai sudah banyak kadernya yang dipenjara sehingga masalah itu tidak perlu diungkit lagi.
Sebelumnya, Gamawan mengancam akan membekukan FPI jika terus-menerus mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat. Dalam pernyataannya, ia mengaku telah dua kali menegur FPI. Terakhir, diberikan setelah massa FPI melakukan perusakan kantor Kemdagri beberapa waktu lalu.