REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pedoman Indonesia, Fadjroel Rahman, menilai perotasian Angelina Sondakh dari Komisi X ke Komisi III DPR sama saja melecehkan hukum. Karena, perotasian Angelina ke Komisi Hukum tersebut dilakukan ketika mantan Putri Indonesia 2001 itu menjadi tersangka kasus suap proyek Wisma Atlet.
"Rotasi yang dilakukan Partai Demokrat tersebut merupakan antitesa (kebalikan) dari pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang memiliki komitmen memberantas kasus korupsi," kata Fadjroel, di Jakarta, Rabu.
Aktivis Koalisi Masyarakat untuk Antikorupsi (Kompak) itu tidak bisa membayangkan keputusan Demokrat yang merotasi Angelina ke Komisi III DPR.
"Anda bisa bayangkan mitra kerja Komisi III adalah penegak hukum. Salah satunya adalah KPK,'' kata Fadjroel. ''Sementara, Angie yang telah ditetapkan tersangka oleh KPK malah melakukan pengawasan terhadap KPK. Ini kan melecehkan hukum.''
Fadjroel juga mengaku heran mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, telah dipecat dari partainya. Meskipun, Nazaruddin saat itu belum ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus proyek pembangunan Wisma Atlet.
Kondisi sebaliknya terjadi pada kasus Angelina. Angie, sapaan akrab Angelina, sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Namun, Angelina belum dipecat dari partainya dan belum dilakukan Pergantian Antarwaktu (PAW) sebagai anggota DPR.
"Seharusnya Partai Demokrat juga melakukan hal sama seperti apa yang dilakukan terhadap Nazaruddin. Presiden SBY selaku Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat bersikap plin-plan dan tidak konsisten terhadap kasus ini," kata Fadjroel.