REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Adanya informasi bahwa pembelian pesawat kepresidenan didanai dari utang luar negeri dibantah Sekretariat Negara. "Tidak ada. Kalau dikatakan bahwa pembelian pesawat kepresidenan ini dibeli dengan berutang ke luar negeri, itu tidak benar," tegas Sekertaris Kementerian Sekretaris Negara, Lambock Nahatan, Kamis (9/2).
Ia menegaskan untuk pembelian pesawat kepresidenan murni berasal dari APBN. Ia mengatakan, Menteri Keuangan telah menyetujui kontrak tahun jamak (multiyears contract) untuk pengadaan green aircraft dengan surat nomor S-566/MK.2/2010 tertanggal 21 Desember 2010.
Selain itu, Menteri Keuangan juga telah menyetujui kontrak tahun jamak untuk pengadaan cabin interior dan security system pesawat kepresidenan. Surat tersebut bernomor S-8/MK.2/2012 tertanggal 17 Januari 2012.
Ia menjelaskan, sejak 2010 pemerintah telah mengeluarkan dana sebesar 58,600 juta USD. Rinciannya, pada 2010 dengan besaran 11,720 juta USD; 2011 dengan besaran 10, 280 juta USD; dan 2012 dengan besaran 36,600 juta USD.
Selain itu, biaya lain yang dikeluarkan menyangkut biaya adminsitrasi pada 2010 sebesar 54 juta USD dan biaya administrasi pada 2011 sebesar 179,100 juta USD.
Ia menegaskan, dana tersebut baru diperuntukan bagi pengadaan badan pesawatnya saja. Sedangkan untuk interior dan system keamanan pesawat belum diperkirakan anggaran yang mungkin dihabiskan. Karena, untuk cabin interior dan security system sedang dalam proses pelelangan.
"Diperkirakan pemenangnya akan ditentukan pada akhir Februari 2012. Pekerjaannya sendiri akan dimulai Mei 2012 dan diperkirakan selesai pada Agustus 2013," katanya.
Untuk diketahui, beberapa LSM mengatakan pembelian pesawat kepresidenan berasal dari utang luar negari. Hal tersebut dilihat dari 2011, pemerintah berutang sebesar Rp 92 miliar dan pada 2012 berutang sebesar Rp 339 miliar.