REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA- Ketua Badan Pengkajian Persatuan Purnawirawan TNI AD (PPAD) Letjen TNI (Purn) Kiky Syahnakrie menegaskan, LSM asing di bawah Partai Demokrat AS telah mengintervensi amendemen UUD 1945.
"National Democratic Institution (NDI) di bawah Partai Demokrat Amerika Serikat telah menggelontorkan 45 juta dolar AS untuk mengawal amandemen konstitusi Indonesia sejak 1999 hingga 2002," katanya di kampus Unair Surabaya, Rabu (8/2).
Ia mengemukakan hal itu dalam "Roundtable Discussion" (RTD) bertajuk "Konsolidasi Ke-Indonesiaan" yang dihadiri KH Sholahuddin Wahid (Gus Sholah) dari Pesantren Tebuireng, Jombang, Ketua PPAD Letjen TNI (Purn) Soerjadi, dan pemimpin "Gerakan Beli Indonesia" H Heppy Trenggono.
Menurut mantan Wakasad itu, indikasi intervensi itu terlihat dari adanya muatan liberal dalam pasal-pasal UUD 1945 hasil amendemen yang sangat dominan.
"Prof Dr Sofyan Efendi MPA (mantan Rektor UGM) mencatat 82,5 persen isi amendemen UUD 1945 mengandung muatan liberal," kata mantan Pangdam Udayana itu.
Hal itu membuat 61 UU yang merupakan produk hukum turunan konstitusi itu menjadi sangat liberal. "Misalnya UU Investasi yang akhirnya dianulir oleh MK, karena UU itu memungkinkan investor asing untuk menguasai sumber daya alam selama 195 tahun dengan kepemilikan modal maksimal bisa sampai 95 persen," katanya.
Oleh karena itu, katanya, PPAD bersama sejumlah komponen masyarakat merumuskan sembilan langkah sebagai solusi untuk membangkitkan kembali Indonesia dari penjajahan asing dalam bentuk modern itu.
"Kami mendesak kaji ulang terhadap amendemen UUD 1945. Kami sudah mendatangi MPR untuk itu, namun mereka belum sepaham dengan kami, karena itu dilakukan 'perang persepsi' dengan mengadakan serangkaian RTD bersama tokoh masyarakat se-Indonesia," katanya.
Selain itu, PPAD juga akan mengajak para tokoh masyarakat se-Indonesia untuk menemukan pemimpin yang berani melepaskan bangsa Indonesia dari penjajahan yang memanfaatkan jargon-jargon modern.
"Sampai sekarang, kami belum menemukan pemimpin seperti itu, termasuk dari kalangan TNI sendiri juga belum ada. Yang jelas, kami tidak anti-asing, tapi kami melawan siapa pun yang anti-Indonesia. Mereka yang menyingkirkan Pancasila berarti anti-Indonesia," katanya.