REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Keinginan Komisi Yudisial (KY) yang ingin menyadap hakim agung, yang dicurigai terindikasi melakukan pelanggaran kode etik profesi mendapat lampu hijau dari Mahkamah Agung. Melalui juru bicaranya, Hatta Ali, MA mengatakan penyadapan oleh KY bisa dilakukan mulai sekarang, termasuk menjelang pemilihan ketua MA pada 8 Februari mendatang.
Hatta menyatakan, tidak ada masalah KY menyadap semua hakim dengan meminta bantuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pihaknya juga mengimbau setiap hakim tidak usah khawatir dengan kewenangan KY yang baru itu.
"Saya kira tidak ada masalah, karena Undang-Undang KY yang baru memungkinkan untuk itu," ujar Hatta kepada Republika, Senin (30/1).
Menurut Hatta, selama hakim bekerja profesional maka berbagai pengawasan tidak akan membuat hakim resah. Karena itu, jika memang ada hakim yang perlu dicurigai untuk disadap, pihaknya meminta KY untuk tidak segan melakukannya. "Karena kalau tidak ada penyimpangan, tidak ada yang perlu ditakutkan," katanya.
Kongres Advokat Indonesia (KAI) memiliki bukti pemilihan ketua Mahkamah Agung (MA) pada 8 Februari mendatang, dipenuhi unsur politik uang. Presiden KAI Indra Sahnun Lubis, mengaku pernah didatangi salah satu hakim agung yang menceritakan adanya penyuapan agar memilih kandidat tertentu. Setiap suara hakim agung, katanya, dihargai Rp 5 miliar.
Berdasarkan laporan salah satu hakim agung kepadanya, Indra mensinyalir praktik politik uang itu dilakukan Ketua Muda Pengawasan Hatta Ali. "Saya tidak bisa sebutkan nama hakim agung itu, tapi kabar yang beredar di media benar adanya," kata Indra saat demontsrasi puluhan advokat di depan gedung MA, Senin (30/1).