REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kekerasan massal yang terjadi di Lampung, Bima dan Papua tidak terjadi secara tiba-tiba (spontaneous violence). Ada akumulasi kekecewaan akibat ketidak-cocokan antara harapan masyarakat Indonesia dengan janji-janji pemerintah. Hal ini menimbulkan friksi sosial yang terjadi tidak hanya di perkotaan, namun nyaris di banyak belahan Republik ini.
"Lampung, Bima dan Papua bisa menjadi contoh dari gagalnya negara dalam mengelola dinamika kepentingan di daerah," papar Koordinator Kontras, Haris Azhar, saat dihubungi Republika, Senin (30/1).
Isu politik lokal melalui Pilkada di Papua, isu pengelolaan sumber daya alam di Bima, hingga kekacauan dalam pengelolaan distribusi politik lokal sebagaimana yang terjadi di Lampung itu menjadi ajang unjuk kekuatan dan kekuasaan kepentingan-kepentingan elite.
Konflik dan kekerasan massal ini menjadi fakta dan sekaligus problem sosial-politik yang harus dihadapi masyarakat hari ke hari.