REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah harus berani melawan tekanan, intervensi, dan berbagai siasat yang dilakukan oleh principal dan Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM) jika ingin mewujudkan proyek mobil nasional (Mobnas). Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Erik Satrya Wardhana dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) mengenai Proyek Mobil Nasional di Gedung DPR/MPR/DPD RI di Senayan Jakarta, Rabu.
RDP dihadiri Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian RI Budi Darmadi, Deputi Bidang Usaha Industri Strategis dan Manufaktur Kementerian BUMN RI Irnanda Laksanawan, Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan Yasin Limpo, Wali kota Surakarta Joko Widodo, Direktur Pembinaan SMK Kementerian Pendidikan Nasional Joko Sutrisno, pimpinan Asosiasi Industri Otomotif Nusantara dan PT INKA.
Menurut Erik, Kementerian Perindustrian dalam paparannya di RDP sudah mengakui bahwa salah satu hambatan pengembangan mobnas adalah kuatnya resistensi dari perusahaan multinasional dengan pemegang merk global yang selama ini menguasai pasar domestik.
"Jadi, faktor determinan kegagalan program mobnas apabila dilaksanakan, bukan karena ketidakmampuan kapasitas sumber daya nasional, akan tetapi faktor kemauan (will) dan keberanian pemerintah menghalau tekanan prinsipal dan ATPM," ujarnya.
"Selanjutnya, tinggal bagaimana pemerintah menyiapkan kebijakan di bidang industri otomotif dengan memberikan insentif dan perlindungan, termasuk tidak mengobral izin bagi masuknya produk dengan spesifikasi yang dapat diproduksi oleh anak bangsa," kata Erik lagi.Erik juga mengapresiasi karya SMK yang dapat menggugah semangat publik untuk mengembangkan program mobnas ini.
Bila ukuran kemandirian industri otomotif dilihat dari keberadaan pabrik, lanjut Erik, Indonesia boleh berbangga karena berbagai merek kendaraan ternama dunia telah mendirikan pabrik manufaktur dan atau perakitan di Tanah Air.