REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menunggu laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait potensi kerugian negara sebesar Rp 41 miliar yang diduga dilakukan oleh pimpinan Universitas Indonesia (UI).
Namun, KPK mensinyalir bahwa penyebab dugaan kerugian negara itu disebabkan oleh bermasalahnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara - Penambahan (APBN-P).
Menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjodjanto, APBN-P biasanya banyak diberikan kepada sejumlah universitas berkaitan dengan proyek-proyek tertentu. Namun, Bambang menilai sebagian besar APBNP itu bermasalah, karena ada keterbatasan waktu saat penambahan itu diberikan.
" Biasanya penambahan itu turunnya di bulan-bulan penghujung tahun," kata Bambang kepada Republika di kediamannya, Depok, Senin (23/1).
Bambang mengatakan, karena sempitnya waktu, maka biasanya terbuka peluang untuk melakukan penunjukkan langsung. Tidak ada waktu untuk melakukan lelang yang bisa memakan waktu hingga tiga bulan.
"Bagaimana bisa melakukan lelang kalau APBN-P diberikan pada bulan Oktober atau November," katanya.
Untuk pemberian APBN-P juga tidak jelas indikatornya. Dalam hal ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan memilih mana universitas yang bisa memperoleh APBN-P dan mana yang tidak.
Selain ketidakjelasan dalam indikator pihak mana yang berhak memperoleh APBNP, masalah lainnya adalah lemahnya pengawasan dalam pemberian APBNP. Sehingga, hal tersebut akan membuka peluang terjadinya korupsi.
"Kalau indikator dan pengawasannya sudah tidak jelas, maka terbukalah peluang terjadinya korupsi," kata Bambang.
Menurutnya, KPK memang hingga saat ini belum menerima laporan BPK terkait dugaan kerugian negara yang diduga dilakukan oleh petinggi UI. Namun, KPK akan menjadikan kasus UI itu sebagai bahan untuk kajian sistem. Dengan kajian sistem itu, KPK bisa meminimalisir terjadinya kerugian negara yang dilakukan dengan modus-modus operandi seperti pemberian APBN-P tersebut.
BPK melaporkan hasil audit yang cukup mencengangkan. Di mana, ada potensi kerugian negara Rp 45 miliar dari dua proyek pengadaan barang dan jasa di UI.