REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Proses demokratisasi yang kini sedang berjalan di Indonesia dinilai salah kaprah. Hal itu dikatakan Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam orasi budaya berjudul 'Menyemai Kebhinekaan Indonesia' di Jakarta, Sabtu (21/1).
Menurutnya, manusia Indonesia harus memahami peradaban-peradaban yang ada di tanah ini dulunya. Peradaban tersebut adalah peradaban agraris, maritim, juga demokrasi.
Peradaban demokrasi yang terjadi di Indonesia ini, menurut tokoh politik ini, sudah salah kaprah. Tak ada lagi demokrasi untuk rakyat. “Yang ada pemimpinnya mengutamakan ke-aku-annya,” ujarnya.
Indonesia tak bisa meniru negara lain dalam menjalankan pemerintahannya. Mengapa? Karena menurutnya tak ada negara lain yang memiliki karakteristik kebutuhan yang sama dengan negara ini.
Indonesia menurut dia, adalah negara yang beragam dan diperlukan sikap yang bijak dan tepat dalam mengelola bangsa ini.
Keberagaman ini terlihat dalam berbagai menu makanan lokal yang berbeda setiap daerah, cara berpakaian, bahasa, tradisi, dan filosofi di masyarakat. Namun setelah Indonesia merdeka, semua identitas keberagaman tersebut dilebur menjadi satu kesatuan, tapi tanpa melepaskan identitas kedaerahannya.
Identitas lokal, yang positif perlu dikembangkan karena menurut ‘ngarso dalem’, ini adalah harga diri kita. Namun, dalam hidup berdampingan dengan orang yang mempunyai identitas yang berbeda, seharusnya jangan ada gesekan kasar yang saling merugikan.
Tak boleh lagi ada mayoritas menindas minoritas. Saat semua etnik ini mempunyai hak yang sama, mereka seharusnya melebur menjadi satu ‘ika’, dan mempunyai kekuatan bersama saling melindungi jika ada yang menganggu ‘bhinneka-bhineka’ yang lebih kecil.