Sabtu 21 Jan 2012 04:40 WIB

MK: Kami Melarang 'Outsourcing' Karena Tidak Manusiawi

Para Hakim Mahkamah Konstitusi (dari ki-ka) Harjono, Mahfud MD, Ahmad Fadlil Sumadi dan Maria Farida Indrati saat pembacaan putusan atas perkara di gedung MK, Jakarta.
Foto: Antara/Fanny Octavianus
Para Hakim Mahkamah Konstitusi (dari ki-ka) Harjono, Mahfud MD, Ahmad Fadlil Sumadi dan Maria Farida Indrati saat pembacaan putusan atas perkara di gedung MK, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN - Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengatakan, sistem pekerja lepas "outsourcing" merupakan sistem yang sangat tidak memberikan perlindungan kepada pekerja terutama untuk kaum lemah.

"Untuk itu kami memutuskan melarang adanya sistem "outsourcing" untuk melindung masyarakt kecil dari kesemena-menaan pihak-pihak terkait," kata Mahfud pada pertemuan dengan tokoh masyarakat Kalimantan Selatan di Banjarmasin, Jumat (20/1)

Selain itu, kata dia, larangan adanya "outsourcing" untuk tetap menjaga para pekerja dari perlakuan kurang manusiawi dan bisa diberikan hak-hak sebagaimana undang-undang yang ditetapkan.

Terhadap keputusan tersebut, kata dia, pemerintah sangat mendukung yang dibuktikan dengan gerak cepat kementerian tenaga kerja yang langsung mengeluarkan suarat edaran untuk menginventarisir perusahaan dan karyawan outsourcing.

"Kalau menunggu peraturannya akan memakan waktu lama, sehingga Kementerian Tenaga Kerja memberikan surat edaran dulu untuk menindaklanjuti keputusan tersebut," katanya.

Mungkin kata dia, yang belum bisa menerima keputusan itu adalah Kadin dan pengusaha karena mereka belum memahami isi keputusan tersebut.

Beberapa pengusaha mempertanyakan tentang pekerja proyek bangunan yang akan habis dalam jangka waktu tertentu, tidak mungkin mengangkat karyawan sebagai pegawai tetap.

Terkait masalah tersebut, kata dia, pegawai proyek bukanlah karyawan outsourcing tetapi pekerja harian yang tentunya perlakuannya berbeda dengan perusahaan yang produksi maupun usahanya berjalan terus menerus.

Pegawai outsourcing, kata Mahfud, misalnya pencatat meteran PLN yang setiap harinya hingga bertahun-tahun bekerja mencatat meteran, itu harus menjadi karyawan tetap.

Bila tidak maka perusahaan akan mudah mengganti pegawai tersebut bila ada yang bersedia di bayar lebih murah, begitu juga dengan pegawai perusahaan maupun industri lainnya.

Sebelumnya, MK menilai UU Ketenagakerjaan Pasal 65 dan Pasal 66 mengenai penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya akibat sistem kontrak, menyebabkan para pekerja kehilangan jaminan atas kelangsungan kerja.

Adapun pengusaha yang mempekerjakan pekerja kontrak lebih efisien, ditinjau dari keuangan perusahaan. Soalnya, perusahaan tidak perlu memberi fasilitas sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement