REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sekretaris Kabinet Dipo Alam menilai survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) tentang buruknya pemberantasan korupsi dalam pandangan publik hanya persepsi, tapi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam faktanya terus memberantas korupsi tanpa pandang bulu.
"Buktinya, Presiden SBY telah menyetujui dan menandatangani izin untuk memeriksa kepala daerah seperti gubernur dan anggota DPR, termasuk dari Partai Demokrat sendiri, seperti Gubernur Bengkulu (nonaktif) Agusrin M Najamudin," katanya di Jakarta, Rabu (11/1).
Menanggapi hasil survei LSI tentang pemberantasan korupsi di era pemerintahan SBY itu, ia menjelaskan bukti itu menunjukkan tidak ada diskriminasi atau tebang pilih. "SBY membiarkan lembaga penegak hukum bekerja menurut hukum tanpa intervensi," katanya.
Menurut dia, persetujuan Presiden senantiasa diberikan jika telah lengkap datanya dan sesuai prosedurnya. "Saat ini, tidak ada satu pun permohonan izin pemeriksaan pejabat negara dari Jaksa Agung dan Kapolri yang berada di meja Presiden," katanya.
Pada praktiknya, kata Dipo, dalam dua atau tiga hari masa permohonan izin untuk pemeriksaan pejabat negara yang dilaporkan oleh Sekretaris Kabinet itu sudah ditandatangani Presiden.
"Pertimbangan lain di luar fakta dan bukti hukum tidak pernah menjadi dasar pengambilan keputusan pemberian persetujuan Presiden," katanya.
Keanggotaan partai politik pun, kata Seskab, sama sekali tidak dijadikan alasan untuk tidak memberikan persetujuan, terbukti dengan persetujuan Presiden untuk pemeriksaan kader partai mana pun, termasuk dari Partai Demokrat sekalipun.
Menurut Dipo, persetujuan tertulis tersebut adalah kewenangan Presiden yang diatur dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 66 juncto Pasal 220 juncto Pasal 289 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.
"Dalam hal persetujuan tertulis tidak ada dalam waktu 60 hari untuk kepala daerah dan 30 hari untuk MPR, DPR, DPD dan DPRD, maka proses penyelidikan dan penyidikan sudah dapat dilakukan tanpa menunggu turunnya persetujuan itu," ujarnya.
Selain kedua undang-undang tersebut, menurut Seskab, Mahkamah Agung telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 9 Tahun 2009 tentang Petunjuk Izin Penyidikan Terhadap Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dan Anggota DPRD.
Surat edaran itu intinya mengatur jika waktu pemberian persetujuan tertulis Presiden sudah lewat, maka izin persetujuan penyelidikan penyidikan dari Presiden menjadi tidak relevan lagi.
"Berdasarkan peraturan tersebut di atas, jika batas waktu 60 hari bagi kepala daerah atau 30 hari bagi anggota legislatif terlewati, maka proses penyelidikan dan penyidikan dapat terus dilanjutkan oleh aparat penegak hukum," katanya.
Dengan demikian, katanya, izin Presiden bukanlah suatu kendala dalam penanganan kasus yang menjerat kepala daerah. Presiden tidak akan sulit memberikan izin bila bukti keterlibatan kepala daerah sudah kuat.
Data pihak Kejaksaan selama 2004-2011 mencatat Presiden telah memberikan izin pemeriksaan terhadap 49 Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, juga 12 anggota DPR/MPR yang menjadi saksi ataupun tersangka kasus. "Jadi, Presiden SBY serius dalam memberantas korupsi. Itu fakta, bukan persepsi," tegasnya.
Bukti lain adalah data yang disampaikan oleh Kementerian Hukum dan HAM bahwa aset yang berhasil diselamatkan KPK dan Kejaksaan Agung telah mencapai Rp 231 triliun. "Jadi, saya membantah kalau ada survei yang menyebutkan pemerintahan SBY gagal memberantas korupsi," demikian Seskab Dipo Alam.