Senin 09 Jan 2012 18:51 WIB

Perlu Sentuhan Humanistik Tegakkan Hukum

Foto pengumpulan sandal yang dimuat di Washington Post
Foto: Washington Post
Foto pengumpulan sandal yang dimuat di Washington Post

REPUBLIKA.CO.ID,SEMARANG-Penegakan hukum seringkali justru malah menimbulkan ketidakadilan karena dilakukan secara kaku. Penegakan hukum pidana semestinya dilakukan dengan sentuhan humanistik untuk menangani kasus-kasus tertentu, seperti yang menimpa anak-anak dan rakyat kecil. 

"Model peradilan pidana di Indonesia masih memahami perundang-undangan sebatas apa yang tertulis begitu saja, akhirnya terjadi beberapa kasus hukum yang justru memilukan hati," ujar Pakar Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Dr RB Sularto, Senin (9/1).

Hal tersebut disampaikannya usai memberikan orasi ilmiah bertajuk "Pendekatan Humanistik terhadap Peradilan Pidana: Sebuah Dialektika dalam Penegakan Hukum di Indonesia" dalam rangka Dies Natalis Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.

Ia menyebutkan, mulai kasus Minah, nenek yang mengambil tiga buah kakao sampai kasus anak kecil berumur 15 tahun di Palu yang harus menjalani proses peradilan gara-gara mengambil sandal milik anggota polisi, menunjukkan bahwa penegakan hukum hanya melihat dari satu sisi pasal-pasal yang ada dalam undang-undang.

Padahal, kata dia, perkara-perkara tidak penting semacam itu sebenarnya tidak perlu sampai ke persidangan, apalagi bagi anak-anak tentunya akan menimbulkan dampak buruk jika harus menjalani proses persidangan.

Sularto mengakui, jika perundang-undangan dipahami sebatas apa yang tertulis memang memungkinkan perkara-perkara itu diproses, namun hendaknya ada sentuhan humanistik yang dikedepankan dalam penyelesaiannya.

"Aparat kepolisian dan jaksa bisa tidak meneruskan perkara itu, dan hakim pun bisa menawarkan jaksa untuk dipikirkan lebih dulu. Sebab, biaya sosial dan finansial yang ditanggung memang tidak sebanding," pungkasnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement