Jumat 06 Jan 2012 00:05 WIB

Konflik Trawl Ancam 30 Ribu Nelayan di Asahan

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Chairul Akhmad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Konflik nelayan akibat penggunaan alat tangkap trawl atau pukat hela yang dilarang pemerintah terjadi di perairan Tanjungbalai Asahan, Sumatera Utara. Maraknya penggunaan trawl mengakibatan 30 ribu nelayan lokal merugi sebab hasil tangkapannya berkurang.

Staf Advokasi Hukum Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), A Marthin Hadiwinata, mengatakan kelompok nelayan lokal sudah mengadukan perkara tersebut ke instansi yang berwenang hingga ke Kementerian Kelautan dan Perikanan. Namun, belum mendapat tanggapan positif.

“Mereka cuma mengatakan akan memeriksa dokumen administrasi kapal penangkapan ikan yang menggunakan trawl tersebut,” kata Marthin kepada wartawan di Jakarta, Kamis (5/1).

Masyarakat Asahan seringkali melihat ada dua kapal yang menarik trawl untuk menangkap ikan. Trawl atau pukat hela merupakan alat penangkap ikan yang sifatnya merusak. Ia disertai mesin penarik dan pendorong yang seringkali merusak ekosistem perairan. Sebab, dapat menarik terumbu karang, mengambil semua jenis ikan mulai dari yang besar hingga kecil. Keberlanjutan sumber penghidupan nelayan lokal terancam.

Ketua Umum Forum Komunikasi Nelayan Indonesia (FKNI), Dahli Sirait, mengatakan sejak Maret 2011 sudah melakukan berbagai upaya menghentikan maraknya penggunaan alat tangkap trawl tersebut. FKNI sudah mengadukan ke Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tanjungbalai Asahan, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara, DPRD Kota Tanjungbalai dan DPRD Provinsi Sumatera Utara.

Namun, tak ada tindakan responsif yang dilakukan. “Pengawasan praktek penangkapan di perairan sepertinya hanya isapan jempol belaka,” kata Dahli di Jakarta, Kamis (5/1).

Pemerintah semestinya mengawasi kapal-kapal melalui kepemilikan Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI)  dan Surat Laik Operasi (SLO). Namun, rawan terjadi manipulasi data kapal antara yang tertulis dengan kondisi nyata fisik alat penangkap ikan. Belum lagi permasalahan berat kotor kapal yang sering terjadi manipulasi jumlah berat kapal. Undang-Undang Perikanan telah melarang penggunaan alat tangkap yang merusak. 

Sejarah konflik beradarah yang tercipta akibat konflik trawl antara nelayan Ambai di Perairan Tanjungbalai Asahan di Sumatera Utara berujung dengan terbitnya Keputusan Presiden Nomor 39 tahun 1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl.

Berdasarkan Keppres yang terbit pada 1 Juli 1980 itu, seharusnya tidak ada lagi penggunaan jaring trawl di semua perairan Indonesia. Namun, aturan tersebut hanya terhenti di tingkat kebijakan, sebab masih marak penggunaan jaring trawl di perairan Indonesia.

Kiara dan FKNI mendesak Menteri Kelautan dan Perikanan untuk menindaklanjuti pelanggaran tersebut. Berikutnya menekankan pentingnya negara memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap nelayan tradisional yang melakukan aktivitasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement