REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) geram dengan jawaban pihak pemerintah dalam persidangan dengan agenda mendengarkan pemerintah dalam sidang judicial review (uji materi) Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2008 Pasal 10 tentang Kementerian Negara.
Juru Bicara MK, Akil Mochtar mengkritik penjelasan pihak pemerintah yang 'belepotan' dalam menjawab setiap pertanyaan hakim MK yang mempertanyakan dasar hukum dan pengaturan jabatan wakil menteri pada kementerian. "Jawaban pemerintah mati kutu," kata Akil, Kamis (5/1).
Direktur Litigasi Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM, Mualimin, hanya bisa menjelaskan kalau jabatan wakil menteri tidak bertentang dengan UUD 1945. Menurut Mualimin, jabatan wakil menteri berasal karier dan harus sesuai eselon I alias golongan IVE.
Tugas wakil menteri tidak mencampuri tugas-tugas teknis menteri. "Tugas wakil menteri membantu reformasi birokrasi, jadi tugasnya beda (dengan menteri)," ujar Mualimin di Gedung MK, Rabu (4/1).
Melihat jawaban itu, Akil mengaku MK sangat prihatin, sebab menunjukkan kalau jabatan wakil menteri diadakan hanya untuk mengakomodasi kepentingan penguasa. Bahkan, imbuh dia, dalam persidangan terungkap kalau ada beberapa orang wakil menteri yang seharusnya tidak layak meraih jabatan itu, dipaksakan untuk menduduki jabatan wakil menteri.
MK, kata Akil, menilai sangat tidak masuk akal posisi wakil menteri yang merupakan jabatan karier, tapi dilantik Presiden, namun ada PNS golongan IIIC dalam waktu sekejap bisa loncat setara dengan eselon I atau golongan IVE.
Hal itu karena aturan yang ada sekarang disiasati atau bahkan ditabrak hanya dengan keluarnya Perpres Nomor 76 Tahun 2011. "Ini rusak sistem birokrasi kalau hanya gara-gara surat Presiden, aturan bisa berubah. Nanti, kita panggil Menteri Sekretaris Negara (Sudi Silalahi) untuk menjelaskannya dalam sidang 18 Januari mendatang," cetus Akil.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), serta menteri terkait lainnya, lanjut Akil, bakal ikut dipanggil untuk menjelaskan soal posisi wakil menteri.
Pasalnya, versi Istana, jabatan wakil menteri tidak politis, tapi jabatan karier. Namun, Akil mempertanyakan, mengapa wakil menteri dilantik Presiden dan mengapa ada orang yang dilihat dari jabatan belum memenuhi syarat malah dipaksakan diangkat. Karena itu, pihaknya menilai banyak aturan ditabrak demi menyiasati pengangkatan wakil menteri.
Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (GN-PTPK) mendaftarkan gugatan UU Nomor 39 tahun 2008 Pasal 10 tentang Kementerian Negara, yang mengatur jabatan wakil menteri pada kementerian. Pasal 10 UU Kementerian Negara dinilai pemohon bertentangan dengan Pasal 17 UUD 1945.
"Jabatan wakil menteri sebagaimana diatur dalam Pasal 10 UU Kementerian Negara tidak diatur dalam Pasal 17 UUD 1945, sehingga pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945," jelas penasihat hukum GN-PTPK, M Arifsyah Matondang.
Arifsyah menjelaskan, Pasal 17 UUD 1945 tidak mengenal istilah atau jabatan wakil menteri. Sehingga pengangkatan wakil menteri oleh presiden yang bersandarkan pada Pasal 10 UU Kementerian Negara pada kabinet Indonesia Bersatu Jilid II bertentangan dengan konstitusi.