Kamis 05 Jan 2012 07:30 WIB

Terdakwa Kasus Sandal Jepit Terbukti Bersalah

Rep: Indah Wulandari/ Red: Djibril Muhammad
Foto pengumpulan sandal yang dimuat di Washington Post
Foto: Washington Post
Foto pengumpulan sandal yang dimuat di Washington Post

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palu, Sulawesi Tengah memvonis terdakwa pencurian sandal jepit, AAL bersalah melakukan perbuatan pidana. Ketua Dewan Pembina Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Seto Mulyadi bakal melaporkan putusan hakim yang dinilainya tak bertumpu pada bukti dan kesaksian selama persidangan digelar.

"Sidang maraton ini hasilnya mengecewakan karena AAL dinyatakan bersalah telah melakukan pencurian," sebut Kak Seto sesaat setelah vonis dibacakan pada pukul 20.00 WIT, Rabu (4/1).

Kekecewaan Kak Seto sangat mendalam karena selama persidangan tertutup itu dia memantau terus. Mulai dari bukti-bukti yang diajukan dari sandal butut, kesaksian dua rekan AAL, reka adegan, hingga proses pelaporan yang ditengarai banyak hal yang aneh.

Di saat persidangan, bukti sandal tidak cocok dengan pengakuan AAL. Menurut AAL dia mengambil sandal jelek berwarna hijau. Bahkan saat dicoba di depan majelis hakim, justru sandal merah yang diakui sebagai bukti oleh jaksa nampak kekecilan di kaki siswa SMKN 3 Palu itu.

Dari reka adegan, ujar Kak Seto, ada keganjilan dari segi jarak rumah AAL dengan rumah kos kedua anggota Brimob Palu. Jaraknya sekitar 14 meter. Sebelumnya dinyatakan tempat tinggal mereka bersebelahan.

Pengakuan kedua rekan AAL juga mengakui ada tindak kekerasan terhadap mereka sekitar November 2010. Tujuannya agar mereka mau mengakui. Bahkan AAL sempat ditampar, dipukul hingga lebam-lebam di sekujur tubuhnya. ABG 15 tahun itu pun tak sadarkan diri.

Kedua anggota polisi yang merasa barangnya dicuri itu pun melaporkan pada polres setempat pada November 2010. Pada 3 Juli 2011, AAL dipanggil dan dijadikan tersangka pada 13 Juli 2011. Mirisnya lagi kedua teman AAL dijadikan saksi di bawah ancaman saat pemberkasan perkara.

"Saya menduga dari kronologi pemrosesan hukum ini ada semacam dendam dari pihak kepolisian setempat," cecar Kak Seto.

Usai vonis ini, Kak Seto bakal melaporkan majelis hakim yang mengadili AAL. Pasalnya, keputusan yang diambil mencerminkan perlakuan tak sesuai ketentuan pemberlakuan hukum terhadap anak. Di sisi lain, Kak Seto khawatir stigma sebagai pelaku pencurian akan menciderai psikologis AAL sepanjang hayatnya.

"Memang benar nantinya vonis ini berimplikasi mengembalikan pembinaan anak pada orang tuanya. Tapi, stigma mencuri secara diam-diam dan merugikan orang lain itu akan memperburuk kondisi kejiwaan AAL," papar Kak Seto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement