REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG-- Tindakan menyakiti diri sendiri seperti menjahit mulut dan membakar diri merupakan penyimpangan perilaku yang seharusnya dapat dicegah antara lain melalui dunia pendidikan. Demikian menurut psikolog Universitas Diponegoro Semarang Hastaning Sakti.
"Bagaimana cara mendidik anak yang benar dan perlunya peningkatan interaksi sosial atau 'soft skills' karena tuntutan perubahan zaman seperti sekarang ini," katanya di Semarang, Ahad. Menurut dia, cara mendidik dengan menyebutkan kata "bodoh" dan "nakal" ditujukan kepada anak didik tidak benar dan hal itu bukan cara mendidik secara baik.
Apalagi, katanya, saat ini terjadi kesenjangan kurikulum yang ditempuh anak dengan orang tua. Hal tersebut seharusnya diatasi melalui komunikasi secara baik. "Beban kurikulum anak didik sekarang juga sangat banyak dan jauh berbeda dengan masa yang dialami orang tua murid," katanya.
Perilaku anak yang mengarah menyakiti dirinya sendiri, katanya, dapat dilihat dari ciri-ciri di antaranya pendiam tetapi memiliki obsesi. Selain itu, katanya, masalah tumbuh kembang memengaruhi perilaku seseorang. Kondisi lingkungan dan kasus bunuh diri yang banyak terjadi, juga karena faktor ekonomi.
Menurut dia, kasus bakar diri yang dilakukan Sondang Hutagalung beberapa waktu lalu merupakan cara keliru dan tidak tepat jika kemudian disebut dia sebagai pahlawan. Jika seseorang yang melakukan bakar diri disebut pahlawan, katanya, dikhawatirkan menjadi contoh mereka yang lain dan kemudian menjadi tren.
Padahal, katanya, untuk menyalurkan aspirasi dapat dilakukan dengan cara yang lebih baik dan terhormat seperti menulis secara ilmiah. Menulis, katanya, akan lebih efektif dibandingkan dengan demonstrasi karena pesan yang disampaikan melalui unjuk rasa belum tentu dimengerti orang lain.
Pada kesempatan itu ia juga mengatakan, pembangunan bukan hanya secara fisik tetapi juga nonfisik yakni perlunya pendekatan psikologis. Ia mengemukakan, pendekatan psikologis memengaruhi kesehatan manusia secara mental, tidak hanya raga atau fisik.