REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Irman, mengaku belum bisa bersikap soal kasus uji petik KTP elektronik (e-KTP).
Meski Jaksa Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung), Andhi Nirwanto, menyatakan pelaksanaan proyek uji petik e-KTP tidak ada masalah, sehingga tak ada kerugian negara, pihaknya tidak bisa berkomentar. “Tunggu saja Rabu (28/12). Nanti digelar konferensi pers,” kata Irman, ketika dihubungi wartawan, Senin (26/12).
Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Kejagung terbit sejak 2009 lalu. Ketika itu, penyidik menduga adanya korupsi pada pengadaan perangkat keras, perangkat lunak, sistem dan blangko KTP yang dilengkapi dengan chip terkait penerapan awal KTP berbasis NIK secara nasional. Pagu anggaran program tersebut mencapai Rp 15,42 miliar.
Berdasarkan hasil pelaksanaan lelang, PT Karsa Wisesa Utama dan PT Inzaya Raya ditetapkan sebagai pemenang lelang pengadaan tersebut. Sesuai kontrak Nomor: 027/667/PD tertanggal 16 November 2009, kontrak tersebut disepakati hanya senilai Rp 9,24 miliar.
Karenanya, terdapat perbedaan antara barang yang tercantum dalam dokumen penawaran dengan barang yang diadakan dan aplikasi sistem terintegrasi yang berfungsi untuk mengintegrasikan database kependudukan. Namun berdasarkan hasil penyidikan ketika itu, aplikasi sistem tersebut tidak dapat digunakan untuk memasukkan biodata sidik jari dan foto baru.
Empat tersangka sudah ditetapkan oleh penyidik. Yakni Irman (Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri/pejabat pembuat komitmen), Indra Wijaya (Direktur Utama PT Inzaya Raya), Setiantono (Ketua Panitia Pengadaan Barang Paket P.11), dan Suhardijo (Direktur PT Karsa Wira Utama).