REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Masih dicantumkannya nama pimpinan Pondok Pesantren Ngruki, Abu Bakar Ba'asyir (ABB) di United Nations Security Council Special Notice Interpol menunjukkan ketidakprofesionalan administrasi kepolisian lintas negara itu.
Ketua Dewan Tim Pengacara Muslim (TPM), Mahendradatta, meminta Kepolisiaan RI untuk segera berkoordinasi dengan Interpol untuk secepatnya mencabut status tersebut. "Polisi kita cukup memberitahukan pencabutan, sama cepatnya seperti memasukan orang ke Red Notice, harusnya ada koordinasi," kata Mahendra saat dihubungi, Senin (19/12).
Special Notice diberlakukan berdasarkan permintaan Dewan Keamanan PBB yang ditujukan kepada individu untuk memperingatkan lembaga-lembaga penegak hukum nasional di seluruh dunia untuk menjatuhkan sanksi (pembekuan aset, larangan perjalanan) kepada individu yang ditunjuk.
Dengan masih dicantumkannya nama Ba'asyir, TPM mengkritik kemampuan administrasi Interpol maupun PBB. "Selama ini Interpol diharapkan oleh publik sebagai polisi internasional, tapi pada kenyataannya administrasinya saja enggak beres, sebagaimana juga ketidakberesan administrasi di PBB," kata Mahendra.
Seharusnya, lanjut dia, nama Ba'asyir telah dicabut seiring penangkapannya yang dilakukan oleh polisi RI. Jika tidak, nama ABB hanya akan dijadikan bahan pembicaraan oleh masyarakat internasional. "Nanti dikira buronan. Sekarang, kan sedang diadili," ujarnya.
Mahendra menegaskan bahwa penyantuman nama Ba'asyir di Special Notice Interpol sebagai tindakan yang mengada-ada. Sejak dilepaskan dari penangkapannya yang pertama kali, Ba'asyir sudah diawasi gerak-geriknya oleh kepolisian. "Karena itu polisi sangat tahu bahwa Ba'asyir sejak itu tidak memegang paspor dan tidak mungkin melarikan diri," tandasnya.