REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Semakin banyaknya hakim yang terkena kasus membuka mata masyarakat bahwa ada persoalan pelik di dalam institusi yudikatif. Pelanggaran dan kesalahan kerap dilakukan hakim dalam memimpin persidangan.
Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia melakukan pemantauan persidangan selama bulan Oktober sampai November 2011. Koordinator MaPPI Hendra Setiawan mengatakan, pemantauan terhadap hakim dilakukan secara acak terhadap 309 persidangan di lima pengadilan negeri (PN) DKI dan PN Depok.
Berdasarkan pemantauan 309 persidangan, ditemukan 307 pelanggaran yang dilakukan hakim yang tidak menjalankan prosedur beracara sesuai KUHAP. Pengabaian prosedur beracara, kata Hendra, menunjukkan ketidakprofesionalan hakim dalam memimpin sidang. “Pengabaian kecil yang terjadi berulang kali membuat perilaku buruk hakim terjadi berulang-ulang,” kata Hendra di gedung Komisi Yudisial (KY), Kamis (15/12).
Dikatakannya, bentuk pelanggaran paling besar yang dilakukan hakim adalah tidak menyatakan sidang terbuka untuk umum (23,3 persen), terdakwa tidak didampingi kuasa hukum walaupun diancam pidana lebih lima tahun (19,09 persen), tidak menegur hadirin sidang yang berisik (13,91 persen), hakim tertidur (9,38 persen), dan majelis hakim kurang dari tiga orang.
Menurut Hendra, hakim sebagai pembuat putusan harus lah tertib hukum dalam menjalankan prosedur beracara. Hal tersebut diatur dalam surat keputusan bersama (SKB) antara ketua Mahkamah Agung (MA) dan ketua KY tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.