REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua DPP Partai Demokrat, Gede Pasek Suardika menyatakan, tudingan terdakwa kasus korupsi wisma atlet, Nazaruddin yang menyebut adanya keterlibatan Anas Urbaningrum dan Angelina Sondakh sebagai hal lama. ‘’Sikap kita tetap seperti dulu,. Karena yang dinyanyikan bukan lagu baru. Lagu lama, lagu nostalgia, yang sekarang dinyanyikan di panggung yang tepat,’’ katanya di gedung DPR, Jakarta, Kamis (8/12).
Menurut dia, adanya nyanyian yang diulang-ulang tersebut membuat dimensi politik menjadi lebih kental pada kasus ini. jauh lebih besar dari dimensi hukum yang seharusnya didahulukan. Suardika menilai kalau kasus ini merupakan kasus hukum biasa. Yaitu, kasus suap menyuap yang melibatkan pejabat negara.
Karena itu, ia pun meminta agar persidangan berkonsentrasi pada kasus yang ada. Jangan melebar sehingga kemudian menjadi bias. ‘’Kita proporsional saja. Kalau masalah politik kita ngomong politik, kalau masalah hukum kita ngomong hukum,’’ cetus dia.
Persoalan hukum, lanjut Suardika, dinilai gampang. Dalam artian, dalam mengeluarkan pernyataan harus berdasarkan bukti dengan parameter yang sesuai hukum acara. ‘’Kalau tidak bisa membuktikan itu fiksi. Kalau fiksi itu dongeng. Kalau dongeng itu bagus untuk menghayal. Itu saja lanjutannya,’’ kata anggota Komisi II DPR RI tersebut.
Ia pun menilai eksepsi yang dibacakan Nazarudin sebagai eksepsi rasa pledoi. Eksepsi seharusnya merupakan keberatan terdakwa terhadap dakwaan yang diajukan jaksa penuntut umum. Namun, lanjutnya, yang terjadi justru lebih mirip pledoi. ‘’Isinya pledoi, menyanyi ke sana ke mari, syahdu. Membuat orang terkesima. Tapi isinya tidak ada," ujarnya.