REPUBLIKA.CO.ID, CILACAP - Kerusakan hutan tropis yang terjadi di Pulau Nusakambangan ternyata sudah sedemikian parah. Berdasarkan data di Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), dari total luas hutan Nusakambangan barat dan timur 12.106 hektare, yang sudah mengalami kerusakan mencapai hampir separuhnya, sekitar 5.000 hektare. Wilayah hutan yang mengalami kerusakan berat, adalah sisi sebelah barat.
"Bukan hanya kerusakan hutan akibat pembalakan liar. Bahkan banyak kawasan hutan di Nusakambangan yang kini sudah beralih fungsi menjadi petegalan yang ditanami pohon albasia, perkebunan, bahkan persawahan," jelas Petugas BKSDA Jateng Seksi Konservasi Wilayah II Pemalang-Cilacap, Dedy Supriyanto, Rabu (7/12).
Menurut Dedy, perusakan hutan kebanyakan dilakukan oleh warga yang tinggal di seberang Nusakambangan bagian barat. Seperti pada November lalu, petugas gabungan dari BKSDA, Satpol PP dan Polsek Cilacap Selatan, menangkap tiga pelaku pembalakan liar di Blok Barat Bantar Panjang, kawasan hutan Pulau Nusakambangan.
Ketiga tersangka yang terdiri dari Wakim (29), Satim (29) dan Guntoro (19), merupakan warga Desa Rawapu, Kecamatan Patimuan, Kabupaten Cilacap. Mereka ditangkap ketika sedang menebang pohon dan akan mengangkut kayu sisa curian di kawasan hutan pulau Nusakambangan dengan menggunakan kapal kecil.
Meski demikian Dedy juga menyebutkan, masalah kerusakan hutan di Nusakambangan, tak hanya disebabkan oleh praktik illegal loging. Pada tahun 2000-an, d Nusakambangan bagian barat juga pernah dilakukan kegiatan pembukaan lahan untuk proyek perkebunan pisang cavendhis. Saat itu, perusahaan yang mendapat proyek tersebut, melakukan penebangan untuk membuka lahan seluas 200 hektar.
Namun setelah penebangan dilakukan, ternyata proyek itu macet. Pekerja-pekerja yang didatangkan dari luar Nusakambangan, kemudian mengubah lahan yang sebenarnya diperuntukkan untuk kebun pisang, menjadi areal persawahan dan bahkan tambak ikan. "Kondisi inilah yang menyebabkan kerusakan hutan di Nusakambangan makin parah," jelasnya.
Mengenai dugaan adanya kerusakan lingkungan akibat aktivitas penambangan pabrik semen PT Holcim, Dedy mengakui, perusahaan yang tadinya bernama PT Semen Nusantara tersebut sudah melakukan penanaman pohon sejak 1999. Namun dia menyebutkan, tanggung jawab PT Holcim untuk memulihkan kondisi bekas areal penambangan, tergolong cukup baik.
"Hingga saat ini, sudah 25 lahan yang ditanami tanaman hutan khas Nusakambangan. Antara lain seperti pohon Bayur, Sinduk, Kedayu, laratan, plalar, trembesi dan sabaganya. Vigetasi sudah bagus hanya saja perlu ada teknologi untuk percepatan pertumbuhan," katanya.