REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Linda Amalia Sari Gumelar mengaku prihatin adanya sekolah yang menolak anak dari keluarga Orang dengan HIV-AIDS (ODHA) untuk mengenyam pendidikan.
"Saya menyayangkan masih ada pihak sekolah yang mendiskriminasikan anak, padahal orang tua yang positif, tapi kenapa nak yang menjadi korban sehingga tidak bisa bersekolah disitu," kata Linda usai menghadiri peringatan Hari Internasional Penyandang Cacat (Hipenca) 2011 di Jakarta, Sabtu.
Menurut Linda, seharusnya tidak ada sekolah yang bersikap diskriminasi terhadap anak, apalagi hak anak untuk mengenyam pendidikan. Kasus diskriminasi tersebut menimpa Im, putri dari ayah penyandang HIV positif, Fajar Jasmin yang sebelumnya sudah diterima sebagai murid baru di SD Don Bosco I Kelapa Gading, Jakarta.
Namun penerimaan itu dibatalkan setelah diketahui Fajar Jasmin adalah HIV positif, dengan alasan adanya penolakan dari orang tua siswa lainnya. Selain itu pihak sekolah juga meminta Im untuk melakukan tes HIV.
Karena itu, Fajar Jasmin, melakukan mediasi dengan pihak sekolah pada Jumat (2/12). Dalam perundingan tersebut, Fajar meminta agar sekolah segera mengambil sikap dengan menyampaikan permintaan maaf melalui media massa dalam waktu 2 x 24 jam.
Untuk itu, Linda menambahkan, sosialisasi tentang kesehatan reproduksi (kespro) yang juga erat kaitannya dengan HIV-AIDS harus lebih ditingkatkan lagi agar semua masyarakat paham bahwa HIV-AIDS itu tidak gampang menular.
Virus HIV-AIDS hanya dapat menular lewat darah misalnya pemakaian narkoba yang menggunakan jarum suntik bergantian, transfusi darah dari orang HIV-AIDS, hubungan seksual, ibu hamil penderita HIV-AIDS yang menularka kepada bayinya dan air susu ibu HIV-AIDS.
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia/ WHO, terjadi penurunan jumlah penderita baru HIV/AIDS dalam 10 tahun terakhir atau dari 2001-2010 yang cukup tajam yaitu sekitar 34 persen.
Selama 2001-2010, jumlah orang yang baru terinfeksi HIV menurun tajam 34 persen di Asia Tenggara dan jumlah penderita HIV/AIDS yang menerima perawatan anti retroviral meningkat 10 kali lipat.
Berdasarkan laporan perkembangan WHO tentang HIV/AIDS di Asia Tenggara 2011, diperkirakan ada 3,5 juta orang menderita HIV/AIDS pada 2010, termasuk di antaranya 140 ribu anak-anak.