Senin 21 Nov 2011 19:21 WIB

Kejagung Dinilai Permainkan Keluarga Korban HAM

Rep: A Syalaby Ichsan/ Red: Chairul Akhmad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Penuntasan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM), yakni kasus Trisakti, Semanggi 1 dan 2 sudah sampai tahun ke sembilan sejak diselidiki oleh Komnas HAM. 

Keluarga korban pun merasa dipermainkan oleh Kejaksaan Agung sebagai penyidik yang diamanatkan oleh undang-undang.

"Kalau seperti ini, anda (kejagung) mempermainkan kami keluarga korban. Kami tidak perlu dikasihani. Kami perlu kepastian hukum," ujar keluarga korban Semanggi 1, Sumarsih, saat beraudiensi dengan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Noor Rachmad, bersama jajarannya di Kejagung, Jakarta, Senin (21/11).

Sumarsih mengeluhkan lambannya respon Kejaksaan Agung terhadap hasil penyelidikan Komnas HAM yang sudah diajukan ke Kejaksaan Agung. Pasalnya, tidak ada upaya peningkatan penyelidikan tersebut ke tahap penyidikan.

Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Indri Fernida, mempertanyakan materi penyelidikan dari Komnas HAM yang kurang lengkap sehingga Kejaksaan Agung tidak juga memulai penyidikan.

Sayangnya, Kepala Sub Direktorat Penyidikan  Sugeng Haryono, tidak bisa memaparkan materi apa yang kurang dari penyelidikan Komnas HAM. Alasannya, Sugeng mengaku baru dua bulan menjabat sebagai Kasubdit di JAM Pidsus.

Indri pun mengeluhkan lemahnya komitmen Kejagung terhadap tim penuntasan pelanggaran HAM berat yang langsung dipimpin oleh Menkopolhukam, Djoko Suyanto. Hal ini terlihat dari perwakilan Kejagung di dalam tim yang dinilai tidak memahami kasus pelanggaran HAM berat.

Noor memaparkan alasan utama sulitnya melakukan penyidikan tiga kasus itu karena terkendala dengan persyaratan formil. Noor menjelaskan kasus pelanggaran HAM berat diselesaikan melalui persidangan di pengadilan HAM ad hoc berdasarkan Undang-Undang N0. 26 Tahun 2000. Untuk kasus yang terjadi sebelum Undang-Undang tersebut diberlakukan, maka pengadilan HAM ad hoc tidak bisa dibentuk karena tidak memiliki dasar hukum.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement