REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Psikolog dari Universitas Andalas Padang, Sumatera Barat Kuswardani Susari Putri, M.Psi mengemukakan, media massa sudah seyogyanya bersikap arif dalam menyampaikan informasi terkait kejadian kekerasan fisik, salah satunya tawuran.
"Kearifan yang dimaksud yakni dalam penyampaian informasi, media dituntut menyertakan edukasi informasi, mencari sebab-sebab kejadian dan turut mencari solusi guna menuntaskan suatu konflik, seperti tawuran itu," kata Ketua Program Studi Ilmu Kedokteran Unand itu, di Padang, Minggu.
Menurut dia, peran pemberitaan media massa terkait tawuran sangat berpengaruh membentuk sikap agresif masyarakat, terutama anak-anak dengan kondisi kejiiwaan yang masih labil.
Tidak dapat ditampik, informasi yang disampaikan media massa secara tidak sengaja akan sangat mempengaruhi pola agresivitas masyarakat terutama anak-anak.
Kekhawaritan akan muncul ketika informasi yang diterima tidak disertai dengan bimbingan terhadap interpretasi yang muncul dari penerima informasi itu.
"Lebih dikhawatirkan lagi, jika informasi itu diterima oleh anak,'' kata Kepala Instalasi Kesehatan Jiwa Masyarakat RSJ HB Sa'anin Padang.
Kekerasan fisik berupa tawuran, secara kejiwaan akan direkam anak, dan tanpa sadar menjadi perbuatan, yang muncul tiba-tiba jika ia bertemu dengan kondisi serupa konflik.
Dalam satu sisi, kebutuhan informasi sudah menjadi prioritas sebagian besar masyarakat termasuk fenomena tawuran. Sementara, kita menyadari bahwa, tidak semua lapisan masyarakat dapat menginterpretasikan konflik secara benar.
Di sisi lain, ada kecenderunagn media untuk menampilkan informasi terkait kekerasan pada semua sekmen pembaca atau penonton.
"Pertanyaannya, apa tidak mungkin pemberitaan terkait tawuran diletakkan pada bagian yang tidak mudah ditemukan oleh pembaca, dilihat penonton dan lebih penting lagi terhindar dari anak-anak," katanya.
Ia mengatakan, sedapat mungkin informasi terkait tawuran tidak dijadikan sebagai sajian popular. Justru media diharapkan lebih mengutamakan informasi yang bernilai pendidikan dan pembangunan karakter.
Jika hal ini memang sulit digunakan media, maka solusi terakhir ada pada kekuatan proteksi yang dilakukan oleh orang-orang berpengaruh dalam suatu lingkungan, mulai dari yang terkecil hingga terbesar.
"Orang tua merupakan kelompok orang berpengaruh pada lingkungan terkecil yakni keluarga, yang dapat memberi proteksi bagi anak," katanya.
Sementara pada lingkungan terluas pada suatu daerah, maka ini merupakan tanggung jawab pemerintah untuk memberi pengayoman dan edukasi kesetiakawanan sosial demi mewujudkan kerukunan.