REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Orang Indonesia kebanyakan takut disuntik. Hasil studi menunjukkan, seperlima hingga sepertiga jumlah penderita diabetes menolak disuntik insulin. Alasannya adalah mereka takut jarum suntik. Bahkan ada pasien yang sengaja melewatkan rutinitas suntikan insulin karena takut atau malu.
Suntik untuk beberapa penyakit, misal diabetes, lebih efektif dibandingkan oral. Hal ini dikarenakan kadar gula darah diabetesi bisa sama, namun amplitudonya beda. Amplitudo adalah perbedaan kadar gula tertinggi dan terandah dalam tubuh. Hal ini berisiko pada kerja jantung yang berbeda.
Pemberian insulin akan menstabilkan kadar gula dalam darah. Namun, insulin diberikan dalam dosis dan frekuensi yang berbeda. “Penyuntikan adalah cara yang fleksibel. Dosis dan frekuensi bisa disesuaikan dengan kebutuhan pengguna. Kalau obat oral, insulin yang ada sudah dalam kadar tertentu. Sulit untuk menyesuaikan dengan kebutuhan pasien,” kata staf pengajar Divisi Metabolis Endokrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM, dr Dante Saksono Harbuwono Sp PD PhD.
Penyuntikan manusia sebetulnya tidak membutuhkan jarum yang besar dan panjang. Zat yang disuntikkan misal insulin, harus masuk ke lapisan subcutaneous yang berada di bawah dermis. Tebal lapisan dermis berbeda pada tiap organ. Di lengan tebal dermis adalah 2,8 mm, sedangkan subcutaneous 14 mm.
Di perut tebal dermis 2 mm dan subcutaneous 16 mm. Kondisi berbeda di bagian paha dengan tebal dermis 1,6 mm dan subcutaneous 14 mm. Bagian pantat memiliki dermis paling tebal 2,2 mm dan subcutaneous 19 mm. “Penyuntikan dengan jarum kecil jauh lebih efektif.
Jarum ukuran 3 mm sampai 4 mm bisa tepat sampai subcutaneous. Jarum yang lebih panjang tidak efektik, karena zat yang disuntikkan masuk ke lapisan otot. Akibatnya zat cepat terserap dan hilang. Efek obat tidak bisa maksimal. Karena itu takut suntik sebetulnya tidak beralasan,” ujarnya.