REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Politikus senior Partai Golkar Zainal Bintang mengungkap, sebenarnya mantan presiden Republik Indonesia (RI) kedua Soeharto, sudah diajukan sebanyak tiga kali untuk menjadi pahlawan nasional.
Namun, hingga kini usulan yang diajukan Partai Golkar itu masih mental di pemerintah. Usulan pertama diajukan ketika Golkar dipimpin Jusuf Kalla dan selanjutnya oleh Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie.
"Usulan ini belum disetujui pemerintah. Tapi, masih diajukan lagi tahun depan," ujar Zainal di sela diskusi Refleksi Bagaimana Pak Harto Memimpin Bangsa di Jakarta Media Center, Kamis (10/11).
Menurut Zainal, Soeharto sangat layak mendapat gelar pahlawan nasional atas jasa-jasanya memimpin RI selama 32 tahun. Terlepas adanya pandangan politik yang menilai Soeharto otoriter selama menjadi presiden, namun tidak bisa dimungkiri kepemimpinan Soeharto membawa dampak besar bagi kehidupan rakyat Indonesia.
Banyak program pemerintahan Orde Baru yang dinilai berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyat. Misal, pembangunan SD Inpres, pendirian puskesmas dan posyandu hingga pelosok desa yang membuat program Keluarga Berencana berhasil, kredit candak ulak bagi petani dan peternak, serta pembangunan jalan raya dengan kualitas baik.
Karena pembangunan sumber daya manusia dan infrastruktur berjalan baik, maka pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan bisa tercapai. Banyaknya karya fenomenal dan monumental yang dihasilkan zaman Soeharto, membuat rakyat kecil mencintainya.
Tidak ketinggalan, program swasembada beras Indonesia yang diakui FAO atau Badan Pangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merupakan bukti tak terbantahkan. Yang capaian itu tidak bisa dipertahankan pemerintah sekarang, meski zaman makin canggih.
Bukti komitmennya terhadap rakyat kecil sangat tinggi dan langsung dirasakan manfaatnya. Sehingga hasil pembangunan kualitas SDM bukan sekedar omongan sebab menjadi sejarah yang tercatat.
Hanya lawan politiknya saja yang tidak suka dengan gaya kepemimpinannya dan terus berseberangan dengan Soeharto. "Soeharto oke saja jadi pahlawan. Terlepas adanya pandangan politik perubahan tidak harus mutlak menghapus jasa-jasanya yang berpengaruh," jelas Zainal.