REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemilihan Capim KPK berdasarkan ranking seperti yang diajukan Panitia Seleksi (Pansel) dinilai tidak rasional. Belum tentu calon yang berada di nomor urut atas dinilai berkompeten dalam pemberantasan korupsi.
"Kami tidak setuju dengan metode ranking," jelas Anggota Komisi III dari PDIP, Eva Sundari, saat dihubungi, Rabu (9/11).
Dia mengatakan masalah siapa yang layak menjadi pimpinan KPK ketika sampai di DPR sudah pasti berdasarkan kepentingan politis. Ranking bukan lagi menjadi acuan dalam pemilihan.
Dia mengatakan pertimbangan politis yang digunakan adalah apakah seseorang itu berani memberantas korupsi besar atau tidak. "Orangnya memiliki nyali atau tidak. Itu jadi pertimbangan kita yang paling utama," jelasnya.
Meskipun orang itu disetujui oleh parpol besar saat ini, menurutnya, belum tentu memiliki nyali. Eva bertanya-tanya apakah calon yang dipilih parpol besar itu mau membongkar kasus Century. Menurutnya tidak.
Hal ini dinilainya bahwa capim KPK yang dipilih parpol besar terlalu kompromistis sehingga belum tentu berani atau bernyali dalam memberantas korupsi.
Dia juga menilai pemilihan berdasarkan ranking itu tidak komprehensif. Ranking satu dalam capim KPK belum tentu menjadi orang yang dihandalkan. "Kita ingin orang yang berani dan tegas," paparnya.
Terutama, tambahnya, orang yang mau berkoordinasi dalam pemberantasan korupsi dengan Kejagung dan Polri. Menurutnya, hal itu tidak dimiliki oleh capim KPK yang ada pada ranking atas.