Senin 07 Nov 2011 16:54 WIB

DPR Desak MA-KY Evaluasi Pengadilan Tipikor Daerah

Rep: Esthi Maharani/ Red: taufik rachman

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Anggota Komisi III DPR, Nasir Jamil  meyayangkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD bisa hanyut dan menyuarakan penghapusan pengadilan Tipikor Daerah.

“Kalau peci yang kita pakai kesempitan, bukan kepala kita yang kita kecilkan, tapi pecinya yang kita perbesar,” katanya. Nasir beranggapan lontaran yang yang keluar dari Ketua MK itu sebagai kritik untuk memperbaiki dan meningkatkan akuntabilitas dan transparansi pengadilan tipikor. Menurutnya, putusan bebas kepada tersangka korupsi sebenarnya bukan hal yang aneh, tetapi berdampak sangat luas. Publik akan semakin skeptik terhadap upaya pemberantasan korupsi.

Kalaupun putusan pengadilan tipikor seringkali kontroversial, bukan berarti hal itu menjadi landasan pembubaran pengadilan tipikor. “Saya mendesak KY dan MA segera mengevalusi pengadilan-pengadilan tipikor,” katanya.

Seetelah itu, DPR akan menanyakan hasil evaluasi sebagai pertimbangan seperti apa cara untuk memperbaiki pengadilan tersebut. Contohnya, apakah regulasinya yang masih compang camping, kapasitas, kompetensi atau integritas hakimnya yang memang bermasalah. “Maka, untuk saat ini pengadilan tipikor jangan dibubarkan dulu,” katanya.

Wakil Ketua Komisi III, Tjatur Sapto Edy mengatakan adanya pengadilan tipikor di daerah merupakan amanat dari Mahkamah Konsitusi (MK) dan UU. Ia beranggapan daripada dibubarkan, MA dan KY sebaiknya melakukan kajian terlebih dahulu.

“Masalah ini bukan masalah sederhana yang bisa langsung ditanggapi secara emosional. Biarkan MA dan KY mengkaji satu persatu kasus tersebut, baru bisa diambil kesimpulan,” katanya.

Harus dilihat akar masalah yang terdapat di pengadilan-pengadilan tipikor yang ada di Indonesia. Tjatur mencontohkan apakah masalah tersebut berkaitan dengan kelemahan penyidikan, penuntutan atau karena memang vonisnya yang tidak berkualitas.

Mengenai keberadaan hakim adhoc di pengadilan tipikor, Ketua Fraksi PAN ini mengakui kebanyakan mereka diangkat karena faktor keterdesakan. Pada saat perekrutan hakim ad hoc beberapa waktu lalu, MA sendiri sudah mengakui banyak yang dibawah kualitas yang diinginkan. “Tetapi, karena didesak kebutuhan, banyak dari hakim-hakim adhoc itu pada akhirnya diloloskan,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement