Kamis 03 Nov 2011 18:00 WIB

Ketua MK Apresiasi Moratorium Remisi Koruptor

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: taufik rachman

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengapresiasi kebijakan moratorium remisi dan pembebasan bersyarat bagi koruptor maupun teroris. Menurut Mahfud, secara prinsip ide yang dilontarkan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana itu layak diapresiasi.

Mahfud mengakui, kebijakan moratorium itu ada sebagian yang melanggar Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Apalagi pemerintah bukan meniadakan, melainkan hanya melakukan penghentian sementara dan pengetatan. “Saya sangat setuju. Soal hukum aturannya memang bisa diperdebatkan,” ujar Mahfud kepada Republika, Kamis (3/11).

Ditegaskan Mahfud, koruptor itu harus dihukum berat, sebab keberadaan mereka merusak masa depan bangsa. Selain itu, koruptor juga memikirkan diri sendiri dengan menumpuk kekayaan melalui jalur ilegal dan tega memiskinkan jutaan rakyat Indonesia. “Kalau dikatakan moratorium itu melanggar UU, rasanya tidak juga,” kata Mahfud.

Pasalnya, meski UU Pemasyarakatan menjelaskan, remisi dan pembebasan bersyarat merupakan hak narapidana. Namun, menurut UU itu juga ketentuan dan syarat-syaratnya diatur sesuai Peraturan Pemerintah (PP) yang berlaku.

Dalam PP itu dikatakan, salah satu syarat pemberian remisi atau pembebasan bersyarat itu harus memperhatikan rasa keadilan masyarakat. Memang rasa keadilan inilah yang bisa diperdebatkan secara hukum karena ukurannya terlalu abstrak. Tapi, dari situlah justru bisa masuk kebijakan pemerintah untuk melakukan pengetatan dan moratorium.

Sehingga untuk jangka panjang, penghapusan remisi bagi koruptor dan teroris bisa melalui uji materi legislative review di MK. “Karena di masa transisi kebijakan pemerintah itu tidak melanggar hukum!”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement