REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pakar Ilmu Manajemen UI Rhenald Kasali meyakini mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad memiliki kapabilitas untuk melakukan perubahan sosial dengan berpihak kepada rakyat kecil, tanpa harus menggunakan APBN, dan jabatan sebagai menteri.
Kepada pers di Jakarta, Jumat, Rhenald mengatakan bahwa sebaiknya Fadel melanjutkan komitmennya bekerja untuk kepentingan ekonomi rakyat kecil, mengingat pada saat ini politisi Golkar tersebut sudah menjadi ikon pro-rakyat yang berani melakukan gebrakan dalam membela rakyat.
Rhenald mengatakan, Fadel mampu melakukan pendekatan melalui terobosan, memberikan paten, memberikan alat kepada kaum miskin agar bisa mandiri, agar mereka bisa sejahtera.
"Dia mampu memerangi kemiskinan bukan hanya melalui jabatan menteri, tapi dengan hidup bersama-sama para nelayan, para petani, orang miskin, dengan memberikan alat, sehingga mereka bisa mandiri. Saya dengar dia akan mendirikan Yayasan Garam untuk rakyat," tutur Rhenald.
Lebih lanjut Rhenald mengatakan bahwa dirinya melihat sosok Fadel berpotensi menjadi seorang Muhammad Yunus, bankir dari Bangladesh peraih Nobel Perdamaian pada tahun 2006.
Nama Yunus kondang berkat konsep kredit mikro, yaitu pengembangan pinjaman skala kecil untuk usahawan miskin yang tidak mampu meminjam dari bank umum. Yunus mengimplementasikan gagasan ini dengan mendirikan Grameen Bank.
Saat Bangladesh mengalami bencana kelaparan pada 1974, Yunus terjun langsung memerangi kemiskinan dengan cara memberikan pinjaman skala kecil kepada mereka yang sangat membutuhkannya.
Ia yakin bahwa pinjaman yang sangat kecil tersebut dapat membuat perubahan yang besar terhadap kemampuan kaum miskin untuk bertahan hidup. Keberhasilan model Grameen Bank ini telah menginspirasikan model serupa dikembangkan di dunia berkembang lainnya, termasuk di negara maju seperti AS.
"Muhammad Junus dulu pinjam uang ke Bank untuk membiayai orang miskin, tidak dikasih sama bank sentralnya Bangladesh. Dan sekarang bank-nya lebih besar daripada bank pemerintah di sana," ungkap Rhenald.
Menurut Rhenald, dengan mencopot Fadel, sesungguhnya Presiden Yudhoyono kehilangan seorang pembantu yang mampu menerjemahkan visi dan misi presiden, yakni "pro poor, pro job", dan "pro growth".
"Orang yang bisa menerjemahkan itu, salah satunya adalah Fadel. Jadi kalau Presiden melepaskan, seharusnya disertai ucapan terima kasih dan dengan penjelasan, sehingga tidak menimbulkan kontroversi seperti ini," ucapnya, menegaskan.
Rhenald mengaku mampu memahami kegeraman masyarakat atas pencopotan Fadel, dan dengan cara yang tidak tepat pula. Menurut dia, masyarakat geram karena melihat ada menteri yang bagus justru diganti.
Masyarakat, khususnya kaum muda, tambah Rhenald, sebetulnya membutuhkan figur yang mampu bekerja untuk negara. "Masyarakat sudah bosan melihat hal yang hanya bersifat slogan. Nah, gitu kira-kira yang saya baca, itu sangat riil yang diucapkan kaum muda," ujarnya.