REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Pramono Anung menyarankan pemerintah melakukan pendekatan yang lebih humanistik untuk memecahkan persoalan serta konflik di Papua. "Ini yang harus segera ditangani oleh pemerintah khususnya pemerintah pusat untuk melakukan pendekatan yang lebih humanistik, lebih mengedepankan dialog," ujar Pramono kepada pers di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, hal itu dikarenakan persoalan yang menyelimuti Papua sudah cukup lama. Seharusnya, ujarnya, semua itu segera diselesaikan oleh pemerintah pusat. Tetapi dalam penyelesaian sering kali tidak dilakukan secara kontinyu.
Pemerintah hanya akan bereaksi ketika peristiwa terjadi dan ini sudah beberapa kali. Sementara untuk saat ini kalau melihat eskalasi yang terjadi di Papua, Pramono berpendapat, memang ada peningkatan, terutama di daerah-daerah yang selama ini selalu menjadi tempat untuk pergerakan mereka.
"Maka kemudian perlu ada pendekatan yang humanistik tetapi tidak menghilangkan ketegasan. Kalau memang mereka melakukan tindakan makar, langkah tegas perlu diambil oleh pemerintah. Kalau dialog tentunya tidak dengan OPM, tetapi dengan MRP atau tokoh-tokoh masyarakat Papua yang selama ini mereka merasa dikecewakan," ujarnya.
Kekecewaan itu akibat melimpahnya dana otonomi khusus untuk Papua tetapi itu semua ternyata tidak sampai kepada masyarakat di sana. Dana otsus yang cukup besar ini dalam mekanismenya selalu berhenti pada birokrasi yang ada di Papua, baik itu tingkat II maupun tingkat pusat
Itu yang selalu terulang kembali yang menyebabkan dalam banyak hal, masyarakat memandang mereka, katanya, mendapatkan dana yang cukup besar, trilunan rupiah, tetapi tidak pernah sampai," ujarnya.
Pramono mengatakan bahwa selama persoalan kesejahteraan tidak dinikmati masyarakat Papua, maka persoalan yang sama akan terus muncul. Akar persoalan di Papua ini adalah mereka merasa tanahnya kaya dan subur, banyak investor masuk dan mulai dikembangkan, tetapi rakyatnya secara keseluruhan terutama yang ada di daerah pegunungan hidupnya sangat miskin.
Politisi PDIP itu juga menegaskan bahwa persoalan Papua berbeda dengan Aceh atau GAM. Menurut dia, GAM itu memang sejak awal ada upaya untuk merdekan dan akar masalahnya adalah perbedaan dasar-dasar cara bertindak, berpikir yang berkaitan dengan tata kelola kenegaraan.
Sedangkan persoalan Papua sebenarnya lebih sederhana yaitu persoalan ketidakadilan, kesejahteraan, kemudian juga pendekatan-pendekatan yang lebih represif pada waktu itu, yang membangkitkan amarah terakumulasi sehingga mereka merasa bahwa pemerintah pusat itu tidak adil.