Selasa 25 Oct 2011 20:25 WIB

Mengapa Pemberontak Libya Berlakukan Hukum Islam?

Rep: Agung Sasongko/ Red: Chairul Akhmad
Pemuda Libya mengacungkan jari tangan tanda kemenangan ketika melintas di depan gedung Al-Ajaylat yang kini dikuasai pemberontak, sekitar 120 kilometer barat Tripoli, Libya.
Foto: AP
Pemuda Libya mengacungkan jari tangan tanda kemenangan ketika melintas di depan gedung Al-Ajaylat yang kini dikuasai pemberontak, sekitar 120 kilometer barat Tripoli, Libya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dewan Transisi Nasional (NTC) Libya memutuskan untuk menerapkan hukum Islam sebagai landasan negara. Namun, latar belakang putusan itu tidak semata karena Libya merupakan negara Islam.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Kerjasama Luar Negeri, Muhyiddin Junaidi, menilai pemberlakuan hukum Islam merupakan usaha untuk menyatukan suku-suku di Libya.

"Saya kira pemikiran, Ketua NTC, Mustafa Abdel Jalil, sangat bagus. Ia menginginkan suku-suku di Libya menyatu. Inilah pula yang sempat diutarakan Qadafi, Alquran itu jadi landasan hukum Libya," paparnya, Selasa (25/10).

Jadi, lanjut Junaidi, apa yang ditetapkan oposisi Libya merupakan kelanjutan dari usaha yang dilakukan Qadafi. Ia (Qadafi) sadar, hanya pemberlakuan syariat Islam yang bisa mempersatukan suku-suku di Libya. Hanya saja, yang membedakan mungkin pelaksanaannya saja.

Karena itu, lanjut Junaidi, adalah keliru kalau Qaddafi anti Islam. "Saya melihat peristiwa di Timur Tengah merupakan kebangkitan Islam di kawasan itu," katanya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua NTC, Mustafa Abdel Jalil, memutuskan pemberlakuan hukum Islam di Libya. Ia juga memastikan hukum Islam yang diberlakukan berbeda dengan Iran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement