REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Indonesian Corruption Watch bersama berbagai anggota elemen yang tergabung dalam Komite Aksi Jaminan Sosial, Selasa (18/10) mendatangi kantor Badan Pemeriksa Keuangan menuntut pengauditan atas PT Jamsostek mengenai pengelolaan dana buruh.
ICW menganggap Jamsostek masih jauh dari transparansi dan anggapan itu didukung oleh sikap jamsostek yang menolak keras pengesahan Rancangan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
ICW menduga sikap itu akibat keengganan Jamsostek yang berbentuk badan privat menjadi badan hukum publik. Pasalnya dengan bentuk badan hukum publik, PT Jamsostek tidak akan bisa menggunakan dana jaminan sosial tanpa kontrol publik.
Ada beberapa dugaan penyelewengan dana yang ditujukan ke Jamsostek mengenai pengelolaan dana buruh oleh ICW dan KAJS. Kedua lembaga tersebut melaporkan segala dugaan penyelewengan tersebut agar BPK melakukan audit forensik terhadap Jamsostek mengenai segala kegiatan dan pengelolaan dana buruh selama lima tahun terakhir.
KAJS menduga adanya modus operandi legal untuk membiayai suatu serikat buruh melalui kegiatan kerjasama operasional yang dilakukan oleh Jamsostek.
"Kerjasama operasional penuh dengan sarat muatan politis. Kondisi ini dikhawatirkan dapat berpotensi menimbulkan konflik horizontal diantara buruh," Kata Sekretaris jendral KAJS, Said Iqbal, pada siaran pers Selasa (18/10).
KAJS menduga investasi tersebut mengakibatkan Jamsostek alami kerugian ratusan miliar rupiah. Namun, Direktur Utama Jamsostek, Hotbonar Sinaga justru menambahkan investasi sebesar satu trilyun rupiah.
KAJS juga menduga ada penyelewengan dana buruh digunakan sebagai suntikan dana segar dengan jumlah besar oleh Jamsostek ke bank kecil yang hampir bangkrut dan bukan bersifat Tbk (terbuka) pada 2007.
KAJS menilai investasi itu melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 tahun 2004 tentang Pengelolaan dan Investasi Dana Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.