Selasa 18 Oct 2011 16:16 WIB

MK Kabulkan Sebagian Permohonan Uji Materi Undang Undang MK

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: taufik rachman

REPUBLIKA.CO.ID,AKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian uji materi (judical review) Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2011 juncto UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK.

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Mahfud MD saat membacakan putusan sidang di gedung MK, Selasa (18/10). Dari sembilan hakim, satu hakim MK Harjono melakukan beda (dissenting opinion).

Para pemohon uji materi adalah pakar hukum tata negara Universitas Andalas Saldi Isra, Yuliandri, Arief Hidayat, Zainul Daulay, Zainal Arifin Mochtar, Muchamad Ali Safa'at, Fatmawati, dan Feri Amsari. Kuasa hukum pemohon adalah Taufik Basari, Donal Fariz, Jamil Burhan, Veri Junaidi, dan Wahyudi Djafar.

Uji materi dilakukan terhadap pasal-pasal yang dinilai para pemohon merusak dan melemahkan MK . sebab pasal itu merupakan hasil kompromi DPR dan pemerintah yang disahkan pada Juli lalu. Para pemohon menilai UU MK yang baru dianggap melemahkan MK adalah Pasal 4 Ayat f, g, dan h, Pasal 10, Pasal 15 Ayat 2 Huruf d dan h, Pasal 26 Ayat 5, Pasal 27A Ayat 2 Huruf c, d, dan e, Pasal 50A, Pasal 57 Ayat 2a, Pasal 59 Ayat 2, dan Pasal 87 UU Nomor 8 Tahun 2011.

Dari semua pasal yang diajukan para pemohon, MK menolak Pasal 57 Ayat 2a sebab tidak mempunyai hukum mengikat. Adapun Pasal 4 Ayat f, g, dan h, Pasal 10, Pasal 15 Ayat 2 Huruf d dan h, Pasal 26 Ayat 5, Pasal 27A Ayat 2 Huruf c, d, dan e, Pasal 50A, Pasal 59 Ayat 2, dan Pasal 87 UU Nomor 8 Tahun 2011, diterima sebab memiliki dasar hukum

Pasal yang digugat pemohon mengatur banyak hal teknis dalam organisasi MK. Antara lain soal pemilihan ketua dan wakil ketua MK satu paket, padahal sebelumnya dilakukan terpisah. Sebab menunggu masa jabatan habis atau memasuki usia pensiun.

Selanjutnya, masuknya unsur DPR, pemerintah, dan satu orang hakim agung dalam Majelis Kehormatan MK yang bersifat permanen justru mengancam dan menggangu kemandirian hakim konstitusi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.

Keberadaan mereka berpotensi menimbulkan konflik kepentingan sebab DPR, pemerintah, Mahkamah Agung, dan Komisi Yudisial dapat menjadi pihak yang beperkara di MK. "Pasal ini harus dibatalkan sebab bertentangan dengan UUD 1945," ujar Mahfud.

Menurut Mahfud, pengajuan pemohon dikabulkan sebagian sebab permohonannya beralasan menurut hukum. Seperti Pasal 15 Ayat 2 huruf h yang memuat frasa "dan/atau pernah menjadi pejabat negara." Menurut mahkamah, syarat menjadi hakim MK itu bertentangan dengan Pasal 28D Ayat 1 UUD 1945, karena frasa "dan/atau pernah menjadi pejabat negara" tidak memberikan kriteria yang jelas.

Pasal 26 Ayat 5 juga dinilai MK inkonstitusional sebab menyatakan, "Hakim konstitusi yang menggantikan sebagaimana dikamaksud pada Ayat 2 melanjutkan sisa jabatan hakim konstitusi yang digantikannya."

Norma pasal itu dinilai MK menimbulkan ketidakadilan bagi seorang yang terpilih, sebab hanya melanjutkan sisa masa jabatan hakim konstitusi yang digantikannya. Hal itu bertentangan dengan Pasal 22 UU MK yang secara tegas menyatakan, "Masa jabatan hakim konstitusi selama lima tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya."

Salah satu kuasa hukum pemohon Wahyudi Djafar mengakatan, sepuluh poin gugatan pemohon dikabulkan MK. Ia menilai wajar gugatan kliennya dikabulkan sebab UU MK yang baru itu sengaja didesain untuk melemahkan MK. "Hanya satu saja yang tidak dikabulkan, dan hasil ini bagus," kata Wahyudi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement