REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Untunglah, tak banyak yang tahu latar belakang Nuh dan Dian (bukan nama sebenarnya). Keduanya bisa menghadapi penjara karena menikah. Nuh sejatinya adalah seorang perempuan yang kecenderungan seksualnya pada sesama jenis.
Cerita Nuh (ditulis sebagai Noah) dan Dian membuka laporan The Guardian soal pernikahan sejenis di Indonesia. Kartu identitas Nuh dipalsukan, orang tuanya menolak hadir, dan hanya segelintir teman saja yang diundang. Acara itu begitu tabu: bisa berakhir di penjara.
"Hari itu saya merasa seperti pejuang kemerdekaan,bagi diri saya sendiri," kata Nuh, 28 tahun, membuka album foto-foto pernikahannya. "Tapi sebenarnya, kita tidak punya pilihan selain menjaga rahasia."
Jumlah kaum transjender seperti Nuh di Indonesia, jumlahnya terus meningkat. Namun hingga kini, kata Guardian, tidak ada angka resmi tentang jumlah mereka. Waria mungkin lebih bisa diterima, namun tidak dengan kaum lesbian dan homoseksual.
Tapi kehidupan waria juga tidak mudah di Indonesia. Walau secara hukum mungkin diperbolehkan untuk menikah, asal mereka berhasil menyelesaikan operasi kelamin, sebuah proses yang mahal dengan biaya hingga Rp 200 juta. Mereka juga harus menunggu untuk kartu identitas baru yang dikeluarkan pemerintah untuk menyatakan jender baru mereka.
"Ini adalah wilayah abu-abu dalam hukum Indonesia," kata Yuli Rustinawati, aktivis lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) Arus Pelangi (Rainbow Streaming) pada Guardian.
Banyak wilayah, seperti Sumatra Selatan, menggunakan anti-prostitusi hukum untuk membatasi hak-hak orang-orang LGBT, di mana "prostitusi" secara luas didefinisikan untuk mencakup seks homoseksual dan lesbianisme, serta pornografi dan pelecehan seksual. Di Aceh, kaum homoseksual dihukum penjara, sementara waria, dikategorikan bersama dengan para tunawisma sebagai "masalah penyandang penyakit sosial".