Jumat 14 Oct 2011 18:29 WIB

Bencana Longsor Ancam Sebagian Jateng

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Chairul Akhmad
Tanah longsor (ilustrasi)
Foto: ant
Tanah longsor (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG – Tak hanya banjir, bencana longsor juga mengancam sebagian wilayah Jawa Tengah memasuki musim penghujan ini.

Dari hasil pemetaan yang dilakukan Dinas Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Jateng, sejak 2002 setidaknya ada 27 kabupaten/kota di Jateng yang rawan longsor.

Kepala Dinas ESDM Jateng, Teguh Dwi Paryono, mengatakan jumlah daerah yang rawan longsor hingga tahun 2010 meningkat.

Pada 2002, sebanyak 27 kabupaten/kota yang rawan longsor ini terdiri dari 117 kecamatan dan 538 desa. "Setelah 2010 bertambah menjadi 280 kecamatan dan 2.024 desa," kata Teguh, saat ditemui di Gedung DPRD Jateng, Jumat (14/10).

Ada beberapa faktor pemicu terjadinya longsor. Di antaranya yakni masalah struktur tanah atau patahan, susunan batuan dan perilaku manusia.

Menurut Teguh, dari ketiga pemicu ini, faktor perilaku manusialah yang disinyalir menjadi faktor utama bertambahnya jumlah kejadian longsor di Jateng. "Lahan yang seharusnya jadi area resapan malah dijadikan lahan pemukiman," jelasnya. Hal ini menyebabkan terjadinya pergerakan tanah menjadi semakin meluas.

Teguh mengatakan, grafik terjadinya longsor yang paling tinggi yakni terjadi pada 2006. Saat itu kejadian longsor lebih dari 100 kali. Jika didasarkan siklus lima tahunan, dikhawatirkan tahun ini akan kembali terjadi longsor dengan frekuensi tinggi. "Diperkirakan kejadian longsor tahun ini lebih banyak dari 2010," ujarnya.

Dinas ESDM Jateng mencatat pada 2010 dari Januari hingga September terjadi 48 longsor. Sedangkan pada 2011 hingga bulan yang sama, sudah terjadi 58 kejadian yang mengakibatkan 21 orang meninggal dunia.

Beberapa upaya telah dilakukan untuk mencegah longsor. Di antaranya setiap akhir pekan dilakukan laporan bersama bupati/walikota tiap daerah tentang prediksi curah hujan yang terjadi. Upaya lain yang dilakukan yakni dengan memasang patok monitoring. Monitoring ini bisa dilakukan oleh camat masing-masing wilayah dengan menggunakan radio panggil. Namun sayangnya, patok monitoring ini belum dipasang di semua daerah karena terkendala perihal anggaran dan penanganan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement