REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Mabes Polri mengungkapkan adanya kesalahan ketik dalam Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terhadap Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Abdul Hafiz Anshary, dalam kasus sengketa pemilu legislatif di Halmahera Barat, Maluku Utara. Polri pun mengaku telah memberika klarifikasi kepada Kejaksaan Agung terkait SPDP tersebut.
"Penyidik saya kira sudah melakukan hubungan dari aspek teknis," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Ketut Untung Yoga Ana, saat ditemui di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (13/10).
Yoga menambahkan dirinya telah menjelaskan mengenai kurang cermatnya penyidik dalam membuat SPDP dalam kasus yang melibatkan Hafiz Anshary itu. Ia juga mengakui dalam Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), hanya dikenal istilah saksi dan tersangka, bukan terlapor.
Menurutnya SPDP tersebut merupakan kontrol dalam mekanisme Criminal Justice System saat polisi melakukan langklah-langkah upaya paksa. Dengan adanya SPDP tersebut, tambahnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga harus ikut mengontrol. SPDP itu hanya untuk administrasi pemberitahuan kepada kejaksaan dari penyidik Polri.
"SPDP itu adminsitrasi di mana penyidik memberitahukan langkah-langkah penyidikan apakah sifatnya penyelidikan menuju kejelasan sebuah peristiwa yang sudah diadukan itu apakah pidana, lalu pidananya apa. Substansi kasusnya itu yang menjadi pekerjaan penyidik untuk menelusuri," tegasnya.